JAKARTA – Kondisi industri film Indonesia saat ini menunjukkan kemajuan yang signifikan. Faktanya, perfilman Indonesia juga mengalami perubahan lanskap budaya. Jika dulu film bercerita tentang perkotaan dan hanya ditonton oleh kalangan perkotaan, kini terjadi perubahan lanskap budaya.
Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI menunjukkan bahwa tahun 2023 menjadi tonggak sejarah kebangkitan perfilman Indonesia, dengan 50 film berhasil diputar di 24 festival film internasional di 18 negara.
Untuk meningkatkan kemampuan tersebut, sangat penting untuk dapat mengembangkan warisan budaya agar film Indonesia dapat dimanfaatkan dengan sukses dan berumur panjang. Hal tersebut terungkap dalam wawancara bertajuk “Industri Film dan Pelestarian Warisan Budaya” yang dilakukan Direktur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid bersama masyarakat dan sineas pada Kamis, 13 Juni 2024 X platform.
Sebagai upaya pertama, Hilmar menekankan pentingnya berkolaborasi dengan teman-teman cerdas, melihat kembali arsip dan mengembangkan kembali cerita-cerita tersebut.
“Di 17 ribu pulau di Indonesia, ada festival film di pedesaan Indonesia. Memang ini merupakan harta langka yang bisa menunjukkan kekhususan pengetahuan masing-masing daerah. Salah satu permasalahan yang ada adalah meskipun arsip sejarah lokal sudah ada, namun perkembangannya masih kurang karena minimnya dokumen. Jika perkembangan film tidak maju, maka pengembangan kekayaan intelektual (KI) akan sulit. “Dengan terus mengembangkan kekayaan intelektual, dalam hal ini film, dan sekaligus memastikan distribusi yang tinggi, Indonesia mungkin bisa meraih pasar yang besar,” jelas Hilmar.
Dalam diskusi tersebut, Hilmar juga menekankan pentingnya mengembangkan seluruh ekosistem untuk memberikan dampak yang lebih luas. Beberapa upaya yang dilakukan seperti pengembangan penonton, produksi dan distribusi. Dalam tahap produksi, Dirjen Kebudayaan selalu menyediakan dana yang diperlukan. Terkait tahap distribusi, pemerintah semakin mendukung festival film dan membuka akses pasar luar negeri. Terakhir, untuk mengembangkan penontonnya, Dirjen Kebudayaan juga mengadakan pemutaran film dan kursus studi film.
Berdasarkan data, industri film Indonesia mampu menguasai 61 persen pangsa pasar pada tahun 2022. Pemerintah bahkan memiliki panduan bagi Indonesia untuk berkeliling dunia. Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu terus ditingkatkan kualitasnya agar umur pemakaiannya panjang.
“Agar kita dapat berkomunikasi di tingkat Asia Tenggara, sangat penting bagi para pembuat film untuk dapat memastikan bahwa daya tarik tersebut terus berlanjut, dengan mempertimbangkan cara penyampaian ide, dan dengan mempertimbangkan pasar dan kepentingan di luar. negara. Belajar dari perusahaan besar seperti Pixar, mereka kerap membangun produk di atas produk lain. “Dengan cara ini kita bisa memastikan bahwa tonggak sejarah tersebut akan terus ada,” jelas Hilmar.
Langkah yang diambil Departemen Kebudayaan Utama ini sangat diapresiasi oleh para pekerja kebudayaan. Yogi Natasukma, analis budaya yang juga pegiat media sosial, memahami ada peluang pasar hingga 60 persen yang bisa dimanfaatkan oleh industri film berkat dukungan pemerintah.
“Sebagai komunitas budaya, kita semua menghayati budaya Indonesia. Meskipun pemerintah mempunyai saluran, kami tidak dapat mengakses saluran tersebut. Setelah membaca datanya, tampaknya industri film Indonesia diterima secara luas. “Hal ini tidak akan terjadi jika tidak ada dukungan dari Direktorat Jenderal Kebudayaan yang mempunyai visi untuk masa depan ekosistem.”