Banyak Korban Berani Speak Up, Angka Kekerasan pada Perempuan Menurun

JAKARTA – Prevalensi kekerasan terhadap perempuan di Indonesia mengalami penurunan berdasarkan Survei Pengalaman Perempuan Nasional tahun 2021. 

Menurut Ratna Susianawati, Wakil Direktur Bidang Hak-hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, survei yang dilakukan pada tahun 2016 menunjukkan bahwa tingkat kekerasan terhadap perempuan usia 15-64 tahun adalah 33 persen. Pada tahun 2021, angka tersebut akan turun menjadi 26 persen. Gulir untuk detailnya, periksa kembali!

“Sebelumnya, setiap sepertiga perempuan berusia 15 hingga 64 tahun pernah mengalami kekerasan dalam hidupnya. Pada tahun 2021, angka ini akan turun menjadi satu dari empat,” ujarnya pada acara bersama Dialog Interaktif “Membangun Sinergi dan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Secara Online.” aksi perlindungan terhadap bentuk apa, di Kantor RRI, Jakarta Pusat, Kamis, 11 Juli 2024.

Apalagi, dia mengatakan pihaknya akan kembali melakukan pemungutan suara pada tahun 2024. Harapannya, hasilnya bisa sama baiknya dengan dua tahun lalu.

Ratih mengatakan, menurunnya kasus kekerasan terhadap perempuan disebabkan karena para korban semakin percaya diri dalam melaporkan peristiwa kekerasan yang dialaminya. Tidak mengherankan jika jumlah korban kekerasan terhadap anak dan perempuan semakin meningkat.

“Tingkat kesadaran yang tinggi bukan berarti trennya negatif. Ini tentang mendorong masyarakat, terutama para korban, untuk melapor. Masyarakat melihat jumlahnya semakin bertambah, meski di satu sisi terlihat seperti gunung es. Masih banyak kasus yang tidak dilaporkan,” ujarnya. 

Ratna mengatakan, pihaknya juga telah memberikan semacam perlindungan terhadap perempuan dan anak yang mengalami pelecehan. Salah satunya adalah pembuatan hotline SAPA 129 yang bisa digunakan masyarakat untuk melaporkan kasus kekerasan yang mereka alami.

Bagi yang melapor nantinya bisa menghubungi call center 129 secara gratis. Call center ini menjaga kerahasiaan identitas korban sebagai bentuk perlindungan.

“Ada kode etik yang harus kita patuhi. Tentunya yang diutamakan adalah kenyamanan, keamanan, privasi pribadi, dan identitas yang penting. Kami tidak serta merta berkata, “Mengapa mereka tidak melayani kami jika domainnya bisa?” akan dimasukkan, kami pasti akan melakukannya, ”ujarnya. 

Partai juga menjalin kerja sama dengan lembaga lain. Jika korban memang membutuhkan penanganan yang serius.

“Tetapi jika hal ini terjadi, maka rujukan ke layanan lain, seperti kesehatan, akan memerlukan langkah yang signifikan dalam kasus ini. Kami pasti akan bekerja sama dengan instansi lain,” ujarnya.

Ratna menjelaskan, jika perempuan dan anak menjadi korban, pihaknya siap memberikan bantuan kepada para korban.

“Itulah sebabnya SAPA 129 buka 24 jam sehari dan layanan ini gratis, sehingga kami memiliki platform bagi siapa saja yang melapor, baik perempuan maupun anak-anak. Ini perlu dinilai, ini tahapannya. Sejak SAPA 129 bekerja, “Kami menerima pesan secara sering atau tidak langsung, ini banyak,” ujarnya.

“Kami punya layanan telepon yang memudahkan karena tidak semua orang siap melapor langsung, tapi bagi yang melapor kami siap. Tapi harus ada tindakan, setiap korban harus dilaporkan, ini harus kita catat sebagai bukti jejaknya. Ini perlu dicatat, ini perlu diawasi,” tutupnya. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *