Belajar dari Thailand dan Uganda, Memanfaatkan Olahraga untuk Meredam Kekerasan

JAKARTA, VIVA – Olahraga berperan memberikan peluang baru bagi masyarakat rentan seiring maraknya konflik sosial di lingkungannya. Anak-anak dan remaja, yang merupakan sasaran empuk kelompok-kelompok yang berkonflik, harus dilindungi. Prattana Samransuk dan Kato Sekah Abdu melakukan hal itu.

Pratana Samransuk, project manager Kenan Foundation Asia yang bekerja di distrik Pattani Thailand, hadir sebagai pembicara pada lokakarya internasional yang diselenggarakan oleh United Nations Office on Counter-Terrorism (UNOCT) bekerja sama dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga RI ( Kemenpora). 1-3 Oktober 2024 di Bali.

Ia menjelaskan program olahraga Pencak Silat digunakan sebagai senjata melawan ekstremisme dan memperkuat persatuan sosial di wilayah Pattani. Pemuda setempat terlibat dalam pendidikan anak-anak usia sekolah, baik laki-laki maupun perempuan.

Pencak Silat dipilih bukan hanya karena mayoritas kasta Melayu di wilayah Pattani, tapi juga untuk mengajarkan keterampilan bela diri pada anak. Hingga saat ini, mereka menjadi sasaran empuk untuk direkrut oleh kelompok separatis.

“Awalnya kami mengajarkan penchak silat kepada generasi muda sebagai alat bela diri. Kemudian kami pergi untuk berlatih di komunitas dan sekolah. Berkat penchak silat, rasa saling percaya masyarakat Pattani semakin meningkat,” kata Pratna.

Dari pengalaman kerjanya, Pratan merasakan betapa olahraga telah mempengaruhi generasi muda. Mereka mungkin merasa aman dari konflik sosial di lingkungan dan fokus mereka hanya pada latihan penkak silat.

Pratana menyadari generasi muda yang menjadi pelatih mempunyai peran penting terhadap lingkungan. Mereka tidak hanya mengajarkan anak-anak Pencak Silat, tapi juga menciptakan tempat yang aman dari lingkungan konflik.

Produksi pelatih di desa-desa pengungsi

Kato Sekah Abdul bekerja sebagai pendiri dan direktur eksekutif Pengembangan Komunitas Terpadu (ICODI) untuk melatih pelatih di desa-desa pengungsi di Uganda. Program ini bertujuan untuk mempererat persatuan sosial di kalangan remaja dan anak.

“Kami melatih generasi muda menjadi pelatih olahraga untuk membantu membangun keharmonisan di masyarakat,” kata Kato yang menjadi pembicara seminar melalui telekonferensi.

Kato mengatakan, program tersebut dilaksanakan karena pengungsi sangat rentan. Bukan hanya karena alasan fisik, tapi juga karena alasan mental. Olahraga juga bisa menjadi pilihan yang baik untuk meningkatkan interaksi sosial antar pengungsi.

“Pemuda yang dulunya rentan terhadap ekstremisme, berubah ketika mereka mulai berolahraga. Mereka menyebarkan semangat ini kepada generasi muda lainnya,” ujarnya.

Gerakan ICODI ini menunjukkan betapa pentingnya olahraga dalam memerangi kebencian, radikalisasi, dan ekstremisme. Sebab, sebelum program tersebut dilaksanakan, menurut Kato, banyak anak muda Afrika yang tidak punya pilihan selain menghindari bergabung dengan kelompok ekstremis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *