Titik Kumpul – Invigorating Reasoning kembali hadir di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia dengan mengangkat tema “Filsafat Hidup Sehat”. Acara ini merupakan kerjasama MudaBerdaya dan Persatuan Bambu. Acara yang diadakan untuk memantapkan kajian filsafat di kalangan generasi muda ini dihadiri sekitar 400 orang dan dikumpulkan oleh berbagai pendongeng yang mempunyai pemikiran dan pendapat yang mendalam.
Upacara yang diresmikan oleh perwakilan MudaBerdaya dan Civata Bambu, bernama Jihan Sarah dan Eka, menyatakan bahwa kerjasama ini dapat tercapai berkat kesamaan visi untuk menyebarkan ilmu filsafat sebagai landasan berpikir kritis. Jihan mengatakan, “Kemitraan ini terjalin karena kami percaya membaca dan berdiskusi adalah kunci untuk menciptakan generasi muda yang tangguh.” Eka mengatakan acara seperti ini penting untuk menjadi wadah berdiskusi dan bertukar pikiran.
Perlunya Berpikir Dialektis dan Kritis untuk Melawan “Ketidaktahuan”
Sesi pertama dibuka oleh Rocky Gerung dengan tema “Setelah Bodoh, Bangkitnya Bajingan Bodoh” yang merupakan judul buku terbarunya terbitan Masyarakat Bambu. Rocky menjelaskan, fenomena “kejahatan” tidak hanya dipicu oleh media sosial, namun juga talkshow yang hanya mengikuti emosi tanpa substansi. Demokrasi seharusnya menjadi tempat perdebatan, namun di Indonesia justru menjadi tempat negosiasi politik dan relasi kekuasaan.
Ia mengkritik feodalisme modern, yang menurutnya melemahkan meritokrasi di berbagai lapisan masyarakat. Kekuasaan seringkali diperoleh melalui negosiasi politik dan bukan melalui bakat, sehingga menciptakan kebingungan dan stagnasi dalam sistem sosial.
Rocky pun menjawab pertanyaan seputar mahasiswa yang ragu kembali ke Indonesia setelah belajar di luar negeri. Ia menegaskan, pilihan pulang atau tidak adalah urusan tanggung jawab pribadi. Perubahan bisa dilakukan dari mana saja asalkan ada kesadaran dan komitmen. Di akhir sesi, Rocky Gerung menekankan agar masyarakat bisa keluar dari siklus kebodohan ini, kita harus dialektis dan berani berpikir kritis.
Lentera Gelap Tanpa Filsafat
Pada sesi kedua, Dr. Meutia Irina Mukhlis, salah satu dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, menyampaikan monolog dengan tema “Fanre Gelap Tanpa Filsafat”. Ia menjelaskan bagaimana menurutnya filsafat memberi nilai lebih bermakna dalam kehidupan. Menurutnya, tanpa memahami filsafat, kita akan tetap berada dalam belenggu materi yang meskipun kita merasa diberkati, namun sesungguhnya hampa dan tidak membawa kebahagiaan.
Dr. Meutia menekankan pentingnya menyeimbangkan rasionalitas dan emosi dengan filsafat untuk menghindari kesalahan berpikir dan kesalahan logika.
“Kritik yang baik harus objektif dan proporsional, tidak sekadar emosional,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa perjuangan dan perubahan tidak selalu mudah, namun hal yang paling berarti seringkali datang dari proses yang sulit.
Mengelola Kekacauan untuk Mencapai Kebahagiaan
Sidang kemudian dipimpin oleh Dr. Ryu Hasan bertajuk “Peta Mental Manusia Melalui Mata Pengobatan Modern”. Ia adalah seorang ahli bedah saraf yang juga dikenal sebagai aktivis sosial. Ia membuka monolognya dengan pertanyaan tentang arti kebahagiaan. Para filsuf seperti kaum Stoa menawarkan diskusi tentang kebahagiaan, namun bagi mereka kebahagiaan tetap sulit tanpa pemahaman kontekstual tentang kebahagiaan.
Ia mengkritik pendekatan filosofis yang terlalu romantis seperti ungkapan “uang tidak mati”, yang menurutnya kontraproduktif. Dalam kehidupan nyata, manusia masih membutuhkan hal-hal praktis seperti uang untuk bertahan hidup. Menurut Dr. Ryu, mengelola kekacauan adalah kunci untuk mencapai kebahagiaan. Kekacauan bukanlah sesuatu yang harus dihindari, namun dikelola dengan bijak.
Bagaimana Filsafat Menyelamatkan Kehidupan?
Pada sesi keempat, Henry Manampiring membawakan judul “Bagaimana Filsafat Dapat Menyelamatkan Nyawa Masyarakat”. Henry yang terkenal dengan bukunya The Terrace Philosophy menjelaskan bahwa kebahagiaan sebenarnya tidak melibatkan emosi. Kebahagiaan menyangkut kualitas semangat atau jiwa seseorang. Untuk mencapai kebahagiaan, ia menjelaskan bahwa ia tidak mengikuti ‘perasaan bahagia’.
Beliau mengatakan bahwa ada empat kebajikan utama yang harus diikuti: kebijaksanaan, keberanian, keadilan dan pengendalian diri. Untuk mencari kebahagiaan, kita disarankan untuk selalu mengikuti 4 hal ini. Seperti kita telah melakukan sesuatu dengan menggunakan kecerdasan? Apakah perilaku saya dikendalikan oleh rasa takut dan nafsu? Apakah saya cukup adil terhadap orang lain? Mempraktikkan kebajikan-kebajikan ini, katanya, akan membawa kita lebih dekat pada kebahagiaan, dimana kita memiliki kendali penuh.
Mengungkap Bias Gender dalam Ruang Dialektis
Acara diakhiri dengan Dialectic Room, sebuah forum diskusi interaktif yang diselenggarakan oleh Patra Gumala dan Indah G, dengan narator Guru Gembul dan Kumaila Hakimah. Perdebatan ini berfokus pada bias gender dan bagaimana konstruksi sosial mempengaruhi peran laki-laki dan perempuan.
Menanggapi topik Indah G dan Patra Gumala tentang peran gender dalam konstruksi sosial, Kumaila Hakimah, seorang konten kreator yang terkenal dengan podcast Soalan Ranganan, menjelaskan asal muasal peran gender dalam konstruksi sosial. Secara biologis perempuan mempunyai peran domestik, namun seiring berjalannya waktu dan hal-hal yang berkaitan dengan dinamika gender, perempuan mulai mendapatkan kekuatan dan mengubah perannya dalam konstruksi sosial gender.
Diskusi semakin mendalam dengan pemikiran Guru Gembul. Seperti cara pandangnya terhadap dinamika gender dalam konstruksi sosial. Menurut Guru Gembul, konstruksi sosial dan pengaruh biologis tidak dapat dipisahkan dalam pembahasan gender dan seksualitas. Ciri-ciri dan objek yang berhubungan dengan seks tidak menghindari hubungan biologis yang beresiko bagi setiap jenis kelamin karena pergaulan dengan karakteristik dan objek tertentu. Ancaman ini menjadi konstruksi sosial organik yang dapat diwariskan dari generasi ke generasi.
Diskusi juga dilanjutkan dengan pembahasan mengenai simbol-simbol gender seperti warna pink yang sering diberi makna. Kumaila juga berbagi pengalamannya sebagai seorang pembuat konten, dimana suara perempuan seringkali tidak dianggap serius sehingga memaksanya untuk mengubah suaranya menjadi lebih berwibawa. Indah G menambahkan bahwa reaksi terhadap ide-ide perempuan seringkali lebih bermusuhan dibandingkan laki-laki, hal ini menunjukkan bahwa bias gender masih sangat kuat.
Acara Empowered Reasoning x Komunitas Bambu menekankan bahwa filsafat merupakan alat penting untuk berpikir kritis dan bertindak rasional untuk mencapai pola hidup sehat. Dalam setiap sesinya, pemateri memaparkan pandangan bahwa kehidupan yang bermakna memerlukan keseimbangan antara pemikiran praktis dan tindakan. Acara ini diharapkan dapat menambah ruang diskusi dan kajian filosofis di kalangan generasi muda.
Tentang Pikiran Perkasa
Beranalar Berdaya merupakan program perjalanan narasi pemikiran, ide dan logika yang diadakan MudaBerdaya setiap bulannya di sekolah atau kampus. Dengan menghadirkan narasumber yang relevan dan mumpuni di bidangnya masing-masing, acara ini menyajikan kisah-kisah gagasan yang dapat membuka kesadaran dan pemahaman generasi muda agar mampu kritis dan mempunyai ide-ide yang sehat untuk melahirkan generasi muda Indonesia yang berdaya. Dengan semangat kerjasama dan pemberdayaan, MudaBerdaya terus mencetak generasi muda Indonesia yang berdaya dan siap menghadapi tantangan masa depan.