Jakarta – Dalam rangka Hari Tuberkulosis (TB) Sedunia khususnya di DKI Jakarta, Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta menggelar webinar edukasi “Bersatu untuk mencapai Jakarta bebas TBC (United for a TB-free Jakarta).”
Kegiatan tersebut dilakukan secara daring dan dihadiri oleh beberapa pakar diantaranya Dr. Dimas bi saputro sp. dan Barry Aditya selaku perwakilan dari Konfederasi Organisasi Profesi Indonesia Pengendalian Tuberkulosis (KOPI TB) dan Manajer Program Koalisi Komunitas TB Penabulu-STPI.
Dalam penjelasannya, Dr. Bi Saputro sp. Dan dijelaskannya bahwa TBC merupakan penyakit berbahaya yang disebabkan oleh bakteri bernama Mycobacterium tuberkulosis.
Penyakit ini sering menimbulkan stigma di masyarakat, misalnya tuberkulosis merupakan aib dan aib bagi keluarga, sulit disembuhkan dan memerlukan pengobatan yang lama, dianggap sebagai penyakit genetik, berkaitan dengan masyarakat miskin dan dianggap sebagai penyakit. ditandai dengan batuk kronis.
Namun faktanya tuberkulosis tidak hanya menyerang kelompok tertentu saja. Setiap orang rentan terhadap tuberkulosis. Oleh karena itu, diperlukan upaya edukasi yang maksimal untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap risiko paparan penyakit TBC.
“Dan yang lebih parah lagi, ketika masyarakat kita terkena TBC, mereka tidak mau berobat (karena stigma) sehingga bisa menulari orang disekitarnya. Jadi, siklus penularan TBC terus berlanjut dan semakin parah. Indonesia masih di prevalensi TBC teratas, karena pengobatan TBC selama ini salah. ‘Kita ini penyakit. Kita obati hanya kalau sudah turun, tidak dicegah sejak kecil, orang di sekitar kita tidak melihat siapa yang tertular,’ kata dr Dimas. Dwi Saputro SP.
Mengakhiri TB memerlukan dukungan masyarakat dari berbagai sektor dan pemangku kepentingan. Dalam pemaparannya, Manajer Program Koalisi Komunitas TBC Penabulu-STPI Barry Aditya menjelaskan, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan bersama untuk menghilangkan TBC.
Upaya tersebut antara lain dengan memperketat staf investigasi kontak pasien TBC, meningkatkan akses terhadap layanan TBC yang berkualitas dan berpusat pada pasien, memperkuat komitmen dan kepemimpinan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota untuk mendukung percepatan eliminasi TBC pada tahun 2030, serta mengoptimalkan promosi dan pencegahan. upaya. , memberikan pengobatan preventif TBC, serta pengendalian infeksi, serta meningkatkan peran masyarakat, mitra dan multisektor lainnya dalam pemberantasan TBC.
Jadi, kita semua bertanggung jawab untuk memutus rantai penularan TBC. Kita semua bertanggung jawab. Jadi tidak ada yang tidak bertanggung jawab karena semua orang berisiko terkena TBC, berisiko. tertular, tertular, dan tertular TBC,” kata Barry.
Desa tahan TBC merupakan salah satu bentuk upaya mendorong komitmen masyarakat sebagai bagian dari masyarakat dalam menjaga lingkungan dari paparan TBC dan dampaknya.
Desa Tangguh TBC memiliki struktur terorganisir yang mampu secara mandiri mengidentifikasi, merespons, dan menangani berbagai ancaman dan risiko yang berpotensi menimbulkan dampak buruk akibat TBC.