Biaya Kuliah di Indonesia Masih Butuh Gotong Royong

Jakarta – Perguruan tinggi merupakan tahap akhir atau jembatan yang memungkinkan mahasiswa menjadi warga negara yang kompeten dan mandiri yang bekerja di dunia profesional. Penyiapan sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing tinggi pada pendidikan tinggi memerlukan biaya yang tidak murah yang harus ditanggung bersama oleh pemerintah, industri dan masyarakat.

Akses terhadap pendidikan tinggi di Indonesia terus meningkat dalam beberapa dekade terakhir. Namun masyarakat mengeluhkan biaya pendidikan yang dianggap mahal.

“Di seluruh dunia, pendidikan tinggi tidaklah murah. “Dibandingkan beberapa negara tetangga, khususnya negara maju, Indonesia tergolong rendah atau tertinggal,” kata Plt Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudriste) Nizam dalam talkshow pendidikan. pada acara hybrid Bahas Skema Terbaik dan Fasilitasi Pendanaan Mahasiswa di Universitas Jarsi, Jakarta, Selasa 5 Maret 2024.

Perbincangan edukasi ini digagas oleh Study Club Media Coverage Academy (CEMPAKA) bekerjasama dengan PT Bank Rakiat Indonesia Tbk. Pembicara lain yang hadir secara luring antara lain Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Pendidikan dan Teknologi, Sri Suning Kusumavardani; Direktur Bisnis Konsumer PT Bank Rakiat Indonesia Tbk Handdaiani; Wakil Ketua Forum Rektor Indonesia Didin Muhafidin, serta tanggapan Rektor Universitas Jarsi Fasli Jalal.

Lebih lanjut Nizam menjelaskan, dari berbagai data yang dikumpulkan, rata-rata total biaya pendidikan di Indonesia adalah sekitar US$2.000 atau sekitar Rp28 juta per siswa. Dibandingkan India yang biayanya sekitar US$3.000, biaya di india sekitar 75 persen. Dibandingkan Malaysia, hanya seperempatnya karena biaya belajar di sana sekitar 7.000 dollar AS per siswa. Di Singapura mencapai 25.000 dollar AS, di Australia sekitar 20.000 dollar AS, dan di Amerika 23.000 dollar AS.

Di negara-negara Skandinavia, biaya pendidikan ditanggung oleh negara, karena masyarakat membayar pajak penghasilan yang tinggi. Sementara pembayaran pajak di Indonesia masih rendah.

“Gotong royong pembiayaan pendidikan tidak hanya dilakukan di Indonesia, namun juga di negara-negara maju.” “Ada subsidi pemerintah dan mahasiswa,” kata Nizam.

Nizam mengatakan, model pembiayaan biaya pendidikan yang adil diterapkan kepada para mahasiswa, sesuai dengan kemampuan ekonomi keluarga. Bahkan bagi mahasiswa dari keluarga miskin/tidak mampu, tersedia Kartu Indonesia Pintar (KIP) kuliah dengan anggaran lebih dari Rp 13 triliun.

Namun, ada tantangan bagi kelas menengah. Untuk membiayai studi keras, tetapi tidak untuk memenuhi syarat KIP College. “Untuk itu kita harus mencari skema pembiayaan yang baik, tidak membuat mahasiswa terjebak hutang seumur hidup,” kata Nizam.

Pemerintah, kata Nizam, sedang mempertimbangkan skema pinjaman mahasiswa melalui Kementerian Keuangan yang ramah dan tidak mengakibatkan lulusan terjebak dalam hutang dan tidak membayar. Salah satu skema pinjaman pelajar yang banyak dipelajari adalah Pinjaman Kontinjensi Pendapatan yang diterapkan di Australia, yang juga telah direplikasi di Inggris dan beberapa negara lainnya.

“Mudah-mudahan dengan skema ini akses terhadap pendidikan tinggi tidak lagi dibatasi oleh kemampuan ekonomi orang tua,” kata Nizam.

Perkembangan Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi di Indonesia pada tahun 2015 hingga tahun 2023 terus mengalami pertumbuhan. pada tahun 2015, APK PT sekitar 25-26 persen dengan jumlah siswa sekitar 5,8 juta. Pada akhir tahun 2023, jumlah siswa akan meningkat hampir dua kali lipat menjadi 9,8 juta siswa. Kini APK PT sudah mencapai hampir 40 persen.

Handajani mengatakan, situasi inflasi biaya pendidikan tidak bisa dihindari. Rata-rata inflasi biaya pendidikan berada pada kisaran 3,8-5 persen. Bahkan di universitas-universitas besar, inflasi biaya kuliah bisa berada pada kisaran 8-10 persen.

Menurut Handajani, perbankan dapat memfasilitasi kebutuhan pembiayaan pendidikan mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. “BRI sebagai salah satu BUMN dan publik juga menaruh perhatian pada pendidikan sebagai sebuah tanggung jawab. “Kami menyalurkan bantuan untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia,” kata Handajani.

Pinjaman online memang tidak ada salahnya, namun jika bunganya tinggi pasti akan memberatkan peminjam. Berdasarkan data, sebagian pelajar juga terjebak dalam pinjaman online. Bahkan untuk guru pun tergolong tinggi, mencapai 42 persen.

Oleh karena itu kami berkomitmen untuk dapat memfasilitasi pemberian pinjaman dengan tingkat bunga yang dapat diterima atau terjangkau, sehingga peminjam tidak terjebak dalam utang, kata Handajani.

BRI siap mendukung seluruh kebutuhan ekosistem universitas/perguruan tinggi. Khusus bagi pelajar, BRI dapat memberikan dukungan pada dua aspek utama yaitu biaya pendidikan dan literasi keuangan.

Terkait biaya pendidikan, BRI siap memberikan dukungan dalam bentuk beasiswa, pinjaman pendidikan Briguna dengan bunga rendah, serta pembiayaan melalui kartu kredit cicilan dengan bunga nol persen.

Sementara itu, Didin mengatakan tingginya biaya pendidikan tidak bisa dihindari. Pasalnya, biaya operasional kampus, khususnya perguruan tinggi swasta (PTS), terus meningkat dan ditanggung oleh mahasiswa. Biaya investasi juga meningkat dan tingkat inflasi tinggi.

“Kami berharap pemerintah daerah juga mulai memberikan perhatian terhadap perguruan tinggi daerah.” Banyak hal yang bisa dilakukan, misalnya dengan membedakan pajak bumi dan bangunan antara lembaga sosial dan dunia usaha. “Hanya pengurangan dana tersebut yang bisa membantu pemberian penghargaan kepada mahasiswa,” kata Didin.

Fasli Jalal mengatakan, secara makro, biaya pendidikan tinggi di Indonesia masih rendah. Oleh karena itu, perlu dilakukan penghitungan realisasi biaya pendidikan tinggi menurut program studi dan wilayah. Kemudian di tingkat nasional ditentukan berapa besaran PT APK yang akan dicapai dan secara rasional apa yang akan dicapai.

Terkait pinjaman pendidikan, Fasli mengatakan pinjaman tanpa subsidi, pinjaman dengan subsidi sebagian, atau pinjaman dengan subsidi maksimal dapat dikembangkan. Kebijakan lain yang dianggap bermanfaat adalah penghapusan pajak atas tabungan keluarga untuk biaya kuliah anak-anak dan pemberian insentif berupa dana pendamping dari pemerintah untuk tabungan pendidikan keluarga.

Baca artikel edukasi menarik lainnya di link ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *