JAKARTA, WI – Dalam beberapa tahun terakhir pascapandemi COVID-19, biaya pengobatan di Indonesia meningkat signifikan. Inflasi medis yang tinggi, kemudahan akses terhadap fasilitas kesehatan dan perubahan berbagai prosedur medis pasca-COVID-19 diperkirakan akan meningkatkan biaya pengobatan hingga tahun 2024.
Situasi ini menjadi tantangan tersendiri bagi SDM (Sumber Daya Manusia) suatu perusahaan untuk merancang, melaksanakan dan mengelola program tunjangan kesehatan karyawan, khususnya tunjangan kesehatan bagi karyawan, yang kompetitif dan berorientasi pasar. Gulir untuk informasi lebih lanjut!
Sementara bagi karyawan, mereka mungkin khawatir apakah kenaikan biaya pengobatan ini akan mengurangi tunjangan kesehatan yang mereka terima di perusahaan. Jadi, apakah ada solusinya?
Mercer Marsh Benefits (MMB) baru-baru ini merilis Studi Kesehatan dan Tunjangan Indonesia 2024, yang memberikan analisis mendalam mengenai tunjangan kesehatan karyawan di berbagai industri di Indonesia.
Laporan yang berlangsung hingga tahun 2022 ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai tren belanja layanan kesehatan dan manfaat yang diberikan perusahaan kepada karyawannya, serta berbagai perubahan yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
Head of Consulting and Analytics Mercer Marsh Benefits Indonesia Ria Ordiningtas menjelaskan fokus utama penelitian ini adalah berbagai jenis tunjangan kesehatan yang diberikan perusahaan kepada karyawannya.
Tunjangan ini dapat diberikan melalui asuransi atau dibiayai langsung oleh perusahaan tanpa asuransi, ujarnya dalam jumpa pers di kantor Marsh Indonesia, Jakarta Selatan, baru-baru ini.
Data yang digunakan dalam laporan ini diambil dari portofolio klien MMB, yang mencakup 470 perusahaan di 24 industri berbeda dan lebih dari 320 ribu anggota, termasuk karyawan, pasangan dan anak-anak mereka. Industri teknologi komunikasi dan media menyumbang sekitar 13 persen, diikuti oleh manufaktur dan jasa pribadi sekitar 9 persen.
“Laporan ini mengungkapkan bagaimana tren biaya layanan kesehatan berkembang. Temuan utamanya adalah bahwa inflasi biaya medis mempengaruhi biaya tunjangan kesehatan yang harus dibayar perusahaan,” katanya.
“Fleksibilitas tunjangan kesehatan merupakan tren yang sedang berkembang, di mana karyawan kini dapat memilih tunjangan sesuai dengan kebutuhan dan tahapan kehidupan mereka,” tambah Rhea.
Selain itu, laporan ini menyoroti peningkatan penggunaan telemedis, terutama sejak pandemi COVID-19. Pemanfaatan layanan ini membantu menekan biaya layanan kesehatan, dimana biaya setiap sesi telemedicine berkisar antara Rp200 – 300 ribu, lebih rendah dibandingkan rata-rata biaya pasien sebesar Rp1,1 juta.
“Sekitar 86 persen perusahaan asuransi di Indonesia kini mengizinkan klaim melalui telemedicine yang beradaptasi dengan teknologi digital dalam layanan kesehatan,” jelasnya.
Sementara itu, untuk menghadapi kenaikan biaya layanan kesehatan, banyak perusahaan telah mulai menerapkan rencana co-sharing, di mana karyawan dan perusahaan berbagi tanggung jawab untuk membayar biaya layanan kesehatan.
“Langkah ini bertujuan untuk mengendalikan biaya perusahaan dan mendorong karyawan untuk proaktif dalam memanfaatkan layanan kesehatan yang tersedia,” ujarnya.