Bingung? Ini Perbedaan Jenderal Kehormatan, Jenderal Besar dan Jenderal TNI

Jakarta – Kabar sang jenderal mencuat setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan pangkat Jenderal bintang 4 kepada Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto.

Operasi tersebut resmi dilakukan dalam Rapat Pimpinan TNI-Polri di Mabes TNI, Cilangkap.

Pemberian jabatan Jenderal Kehormatan kepada Prabowo Subianto berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 13/TNI/tahun 2024 tanggal 21 Februari 2024 tentang penganugerahan khusus jabatan Jenderal Kehormatan TNI.

Dengan penghargaan tersebut, Prabowo yang menyelesaikan wajib militer sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) dengan pangkat Letnan Jenderal TNI (Latvia) atau Jenderal bintang 3 mendapat gelar kehormatan Jenderal atau bintang 4.

Banyak yang bingung dengan Jenderal Kehormatan, Mayor Jenderal, dan Jenderal TNI yang merupakan nama paling umum di militer Indonesia. Berikut rinciannya: Jenderal Kehormatan

Seperti diketahui, Panglima merupakan pangkat tertinggi di TNI Angkatan Darat yang dilambangkan dengan empat bintang di bahu seragam prajurit. Selain Kepala Staf Tentara Indonesia (KSAD), jabatan Jenderal juga dijabat oleh Panglima TNI yang berasal dari TNI Angkatan Darat.

Saat ini yang dimaksud dengan panglima kehormatan adalah suatu jabatan yang diberikan pemerintah kepada seseorang yang secara simbolis diangkat menjadi panglima atas kebijaksanaan Panglima TNI. Jabatan ini bersifat kehormatan, sehingga ia tidak bertanggung jawab atas urusan atau komando militer.

Sepanjang sejarah, dasar hukum pemberian gelar kehormatan telah berubah dari waktu ke waktu. Tugas kehormatan pertama kali ditetapkan dalam Bab IV Undang-undang Publik (PP) nomor 36 tahun 1959 oleh Presiden Soekarno.

Gelar kehormatan diberikan kepada warga negara Indonesia, baik yang menjadi prajurit sukarela maupun yang terpaksa sebagai imbalan atas jasa atau bantuan yang telah diberikannya, sehingga membawa pembangunan atau memberikan manfaat bagi seluruh TNI.

Jabatan kehormatan dibatasi dari senior ke senior. Rencana ini juga dilaksanakan oleh Jenderal Soeharto dalam Surat Perintah Menteri/Panglima Angkatan Bersenjata nomor KEP-1010b/9/1966 tanggal 31 Maret 1966.

Penghargaan juga dapat diberikan kepada prajurit yang telah pensiun atau meninggal karena keadaan lain. Jabatan kehormatan ini tidak terbatas pada perwira saja, melainkan pada pangkat paling bawah.

Gelar kehormatan kemudian dihapuskan oleh Presiden Soeharto melalui PP Nomor 6 Tahun 1990 tanggal 11 Maret 1990. Alasannya, gelar kehormatan tidak mempunyai pengaruh di kalangan militer.  Meski undang-undang ini sudah dicabut, nyatanya penganugerahan Gelar Kehormatan tetap dilakukan.

Misalnya, Presiden Abdurrahman Wahid memberikan gelar kehormatan kepada Menteri Koordinator Politik, Kebudayaan, dan Keamanan Agum Gumelar serta Menteri Perdagangan dan Industri Luhut Binsar Pandjaitan.

Belakangan, Presiden Megawati Soekarnoputri juga menganugerahkan gelar kehormatan utama kepada Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Hari Sabarno, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono.

Terakhir, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan gelar kehormatan utama kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Pemerintah mengatakan pemberian gelar berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Sertifikat Jasa, dan Kehormatan.

Pangkat Jenderal Kehormatan diberikan kepada Prabowo sebagaimana sebelumnya ia dianugerahi Bintang Yudha Dharma Utama. Sesuai dengan pasal 33 UU No. 20 Tahun 2009, penerima gelar, tanda jasa, dan/atau tanda kehormatan berhak mendapat penghormatan dan pujian dari pemerintah.

Penghormatan dan penghargaan terhadap penerima yang masih hidup dapat berbentuk acara-acara khusus atau promosi. Sejak masa Presiden Sukarno hingga Presiden Jokowi, setidaknya ada 8 orang yang menyandang gelar kehormatan tersebut.

Soerjadi Soedirdja, Hari Sabarno, Soesilo Soedarman, AM Hendropriyono, Agum Gumelar, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Luhut Binsar Pandjaitan, dan Prabowo Subianto Jenderal Besar

Suatu ketika seorang Mayor Jenderal dikenal di tentara Indonesia. Jabatan tersebut setara dengan Laksamana Agung TNI Angkatan Laut, dan Marsekal Agung TNI Angkatan Darat.

Pangkat yang dilambangkan dengan lima bintang emas di bahu seragam ini merupakan penghargaan dan tidak termasuk konsekuensi kewenangan dan kedudukan dalam pemerintahan militer.

Jabatan Mayjen disebutkan dalam Pasal 7 ayat 2 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 1997 tentang perubahan PP Nomor 6 Tahun 1990 tentang Manajemen Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Undang-undang ini diundangkan pada tanggal 29 September 1997 dan ditandatangani oleh Presiden Soeharto. Menurut PP, gelar Mayjen, Mayor Laksamana, dan Mayor Marsekal hanya diberikan kepada pejabat tinggi yang berjasa besar bagi pembangunan negara dan pemerintah serta TNI pada khususnya.

Jabatan ini diberikan oleh Presiden atas kebijaksanaan Direktur ABRI. Sepanjang sejarah, hanya tiga orang yang diberi gelar Jenderal, yakni Sudirman, Abdul Haris Nasution, dan Soeharto. Jabatan tersebut diberikan Presiden Soeharto pada perayaan HUT ABRI ke-52 pada tahun 1997.

Pangkat Mayor Jenderal, Mayor Laksamana, dan Mayor Marsekal tidak lagi digunakan atau dihapuskan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Kekuatan TNI yang diperintahkan pada tanggal 1 Maret 2010 dan ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY ) .

Pasca pencopotan jenderal bintang lima tersebut, pangkat tertinggi di TNI adalah Jenderal TNI AD, Laksamana TNI AL, dan Marsekal TNI AU. Pangkat ini ditandai dengan lambang bintang empat di bahu seragam.

Berbeda dengan jenderal kehormatan, pangkat jenderal berimplikasi pada kewenangan dan status dalam jajaran militer. Yang berpangkat Jenderal merupakan pimpinan tertinggi TNI AD yaitu Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) dan Panglima TNI yang berasal dari TNI AD.

Menurut PP Nomor 39 Tahun 2010, Jenderal adalah perwira tinggi (Partai) TNI dengan pangkat tertinggi. Pangkat di bawahnya adalah Letnan Jenderal (Letjen), Mayor Jenderal (Mayjen), dan Brigadir Jenderal (Brigjen).

Karena itu, hanya sedikit prajurit TNI yang berhasil mendapatkan pangkat bintang 4 tersebut. Hal ini untuk menjelaskan perbedaan Perwira Kehormatan, Perwira Tinggi, dan Perwira TNI.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *