JAKARTA – Tuberkulosis (TB) masih menjadi salah satu penyakit yang menjadi fokus pemerintah Indonesia. Ini adalah salah satu penyakit menular paling mematikan di dunia. Bagaimana tidak, penyakit yang menyerang saluran pernapasan ini bisa tertular baik dari anak-anak, orang dewasa, hingga orang lanjut usia sehingga kecepatan penyebarannya cukup tinggi.
Berdasarkan Global Tuberculosis Report 2023, Indonesia memiliki jumlah kasus TBC tertinggi kedua di dunia, setelah India, dengan jumlah 1.060.000 kasus. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan high beban atau negara dengan beban tuberkulosis tertinggi.
Penderita tuberkulosis kurang menerima kondisinya karena memikirkan kesehatan dirinya dan kesehatan orang disekitarnya. Selain itu, pengobatan penyakit TBC tidak mudah karena pasien harus minum obat dalam waktu lama.
Oleh karena itu, penderita TBC memerlukan dukungan selain obat-obatan medis yang dapat membantu kesembuhannya.
“Ada dukungan yang saling melengkapi, yang kita sebut dengan dukungan biaya langsung non medis. Dukungan ini diperlukan untuk menjembatani kesenjangan faktor sosial, psikologis, dan ekonomi yang muncul, serta perlu membantu dalam proses pelaksanaan pengobatan,” ujarnya. . Yeni Purnamasari, dari Dompet Dhuaf, TB Accelerator pada acara peluncuran Affiliate Guide dan Talkshow online, 3 April 2024.
Penderita TBC akan mendapat 4 dana bantuan untuk kesembuhan. Pertama adalah akses dan asuransi kesehatan. Perbedaan status kesehatan setiap pasien seringkali menjadi permasalahan dan menyebabkan tidak tertanganinya pengobatan secara tepat waktu dan tepat.
“Tidak semua penderita tuberkulosis memiliki jaminan kesehatan. Kami menemukan ada yang terlilit utang, tidak memiliki BPJS, dan tidak memiliki transportasi berobat ke institusi kesehatan,” jelas Yeni.
Kedua, kebutuhan nutrisi harian yang tidak kalah pentingnya untuk memperkuat sistem imun tubuh. Seperti halnya penyakit lainnya, tubuh membutuhkan nutrisi yang cukup untuk menjaga pertahanan yang kuat dan membantu mengoptimalkan proses penyembuhan.
Kondisi perekonomian mempengaruhi kebutuhan nutrisi sehari-hari pasien TBC, karena beberapa nutrisi penting dapat dijual dengan harga tinggi.
“Kami bermitra dengan pihak swasta untuk menyediakan paket pangan siap saji, atau bahan utama yang dibutuhkan sebagian besar adalah protein hewani,” ujarnya.
Ketiga, tersedianya rumah singgah dengan standar yang memenuhi syarat pengobatan pasien tuberkulosis. Terakhir adalah pemberdayaan ekonomi dan dukungan psikososial.
“Kami selalu berusaha mengoptimalkan apa yang bisa kami lakukan dengan dukungan yang ada. Mengisi kesenjangan untuk membantu menghilangkan TBC pada tahun 2030,” kata Yeni.