JAKARTA – Ulama kenamaan Yahya Zain al-Ma’arif atau Buya Yahya menjelaskan hukum pantangan dalam perspektif Islam yang harus diikuti saat pemilihan umum tidak menggunakan hak pilih (pemelo).
Jika tidak ada alternatif lain, maka hal tersebut dapat dihindari atau diadopsi, katanya. Namun jika dalam ijtihad atau ikhtiar, seorang muslim memilih antara ulama atau tekad, maka ia harus menentukan pilihan.
“Kalau tidak ada pilihan, maka praktikkan pantang. Kalau saat ijtihad, ketika berdiskusi dengan ulama, menentukan pilihan, maka harus menentukan pilihan,” kata Boya di YouTube al-Bahjah, Rabu, 14 Februari , 2024.
“Tetapi jika buntu dan tidak bisa (memilih), maka pantang itu benar, tetapi pantang itu bukan akibat dari ikut serta, tetapi pantang adalah hasil dari perjuangan ijtihad.”
Selain itu, jika sulit menentukan pilihan, Boya menyarankan umat Islam untuk melakukan ittihad dengan mencari informasi mengenai calon presiden dan wakil presiden dari tokoh agama, ulama, atau media terkemuka.
“Kalau bagus atau bagus, pilih yang terbaik, dan kalau jelek atau jelek, pilih yang tidak terlalu buruk, agar tetap ada yang bisa dipilih,” jelasnya.
“Di situlah prioritas (diagnosis), bisa dilihat mana yang terbaik. Jadi, kalau ngotot pantang, sah saja,” sambungnya.
Intinya, kata dia, tidak ada kepentingan pribadi dalam pemilihan pemimpin yang akan merugikan banyak pihak.
Jika hal itu dilakukan, Boya menjamin meski pemimpin terpilih ke depannya kinerjanya buruk dalam menjalankan tugas kepemimpinannya, namun pihak yang memilihnya tidak akan mendapat azab dari Allah.