Cerita Brian Siawarta Jadi Pendeta, Malah Pilih Belajar Agama Islam

VIVA Lifestyle – Siapa yang tidak kenal pemimpin aliran sesat Brian Siaverta? Pendeta Kristen ini populer di kalangan pengguna online. Mengingat ia sangat aktif di media sosial TikTok dan berbagi berbagai hal termasuk kehidupan keagamaan.

Brian Ciaverta sendiri memulai perjalanan spiritualnya sebagai pendeta saat ia berusia 24 tahun. Brian bercerita, awalnya ibunya yang sedang sakit mendapat keajaiban kesembuhan. Scroll untuk mengetahui cerita selengkapnya, yuk!

“Perjalanan itu ketika ibu saya masih muda, saya menerima keajaiban kesembuhan. Ibu sakit dan punggungnya ada duri, Ibu terbaring di tempat tidur. Saat itu, temannya yang hanya percaya pada Tuhan, berdoa setiap minggu. Setahun setelah dia pergi, dokter non-Kristen di Singapura mengatakan bahwa doa yang diulang-ulang dapat menyebabkan demensia. “Sejak saat itu bapak dan ibu pergi ke gereja untuk segala macam kebaktian,” kata Melanie Ricardo di YouTube, seperti dilansir Selasa, 30 April 2024.

Brian menambahkan, awalnya dia bahkan tidak terpikir untuk menjadi pendeta. Selain itu, latar belakang keluarganya adalah seorang pengusaha.

“Saya lahir di Tiongkok, saya tidak pernah ingin menjadi pendeta. Siapa yang mau jadi pendeta, susah sekali. “Ayah saya pengusaha, keluarganya pengusaha,” ujarnya.

Namun, saat usianya menginjak 25 tahun, ada konflik di hatinya. Ia sempat bertanya tentang kehidupan yang dijalaninya.

Usia 22-23 tahun kosong, 24-25 tahun dia mulai mempertanyakan arti hidupnya. Mulai saat itu saya merasa Tuhanlah yang menghargai hidupnya, saya menantang Tuhan untuk mendekatkan saya, katanya.

Akhirnya ia memutuskan untuk belajar Alkitab di Australia selama tiga tahun. Usai menyelesaikan pendidikannya, Brian mengaku saat itu masih ingin menjadi pendeta di Indonesia.

“Tiga tahun sekolah Alkitab dasar. Saya akan mengambil gelar Magister Teologi di Perth. “Setelah belajar Alkitab, saya tidak ingin kembali ke Indonesia, saya tidak ingin menjadi pendeta,” ujarnya.

Brian menuturkan, saat itu ia merasa tidak cocok dengan Indonesia. Ia pun mengaku saat itu hidup dalam diskriminasi tanpa ia sadari.

“Saya tidak cukup baik di Indonesia, tetapi suatu hari saya menyadari bahwa Tuhan menciptakan saya di Indonesia. “Kecuali akhirnya menyerah, kalau mau pulang (ke Indonesia), pulanglah,” ujarnya.

Brian kemudian memutuskan untuk mengambil gelar master di bidang teologi. Menariknya, Brian mengungkapkan bahwa dirinya dibesarkan sebagai seorang misiolog yang menentang Islamisme.

“Saya memutuskan untuk mengambil Magister Teologi dengan mengambil Misiologi. Layanan lintas budaya dengan fokus pada Islamologi. Tesis saya tentang saudara-saudara Muslim kita. Bagaimana bisa? “Karena saya melihat satu hal, jika saya dipanggil bekerja di Indonesia, saya harus siap bekerja untuk saudara-saudara saya yang beragama Islam,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *