Solo, Titik Kumpul – Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) XVII Solo 2024 akan menampilkan banyak atlet berprestasi dan bertanding keras. Salah satunya adalah tenis kursi roda.
Ndaru Padma Putri merupakan salah satu pemain tenis kursi roda. Atlet tersebut mewakili Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan menjadi lawan tangguh bagi lawan-lawannya.
Beberapa prestasi yang diraih atlet daerah Bantul antara lain dua medali perunggu berpasangan dan beregu pada Peparnas Rio 2012, tiga medali emas pada Peparnas Jawa Barat 2016, dan satu medali emas pada Peparnas Papua 2021. Terbaru di ASEAN Para Games (APG). Tunggal 2022, Indonesia meraih medali perak.
Namun siapa sangka, kesuksesan luar biasa atlet berusia 32 tahun itu bermula dari kisah pilu saat gempa tahun 2006 melanda Yogyakarta. Saat itu, Nidaru, seorang siswa kelas dua SMP, tertimpa puing-puing rumah tetangganya saat ia berlari menyelamatkan diri. Di tengah kepanikan massa, Ndaru berhasil dibawa ke rumah sakit.
“Kemudian saya berumur 14 tahun, saya bangun pagi dan disuruh menyapu. Saat gempa datang, saya lari keluar, tapi gempanya seperti gelombang. Akhirnya saya terjatuh dan ada bangunan yang membebani saya. Saat ini Kejadiannya, saya tidak bisa lagi duduk atau berdiri, kaki saya terasa lemas dan menjerit kesakitan hampir satu menit, kata PB Peparnas.
Saatnya bangkit
Nyawa Nidaru terselamatkan, namun ia harus menerima kenyataan pahit. Pemeriksaan kesehatan menunjukkan tulang punggungnya patah, seluruh sistem sarafnya rusak dari pinggang ke bawah, dan kakinya lumpuh. Setelah kejadian itu, Ndaru mengalami depresi selama lima tahun.
“Bisa dibilang saya mengalami depresi selama kurang lebih lima tahun, namun saya bukanlah seorang depresi yang suka marah-marah, lebih tepatnya saya tidak berdamai dengan diri sendiri, dan saya menjadi pribadi yang positif dan berkepribadian,” jelas Ndaru. .
Gebrakan Nidaru terjadi pada tahun 2010 saat ia diperkenalkan di Persatuan Tenis Kursi Roda Bantu, hingga ia bermain di ajang profesional pertamanya, PEPARNAS Riau 2012.
“Setelah lima tahun cacat, saya bertemu dengan Persatuan Tenis Kursi Roda Bantul, kemudian saya pergi ke lapangan untuk bersenang-senang, saya menonton orang-orang tua bermain dan akhirnya saya menggunakan kursi roda dan raket. Pada acara PEPARNAS tahun 2012 di Rio de Janeiro, saya sebenarnya pernah mengatakan “Saya tidak tertarik untuk ikut karena saya masih kelas satu SMA dan saya tidak mau putus sekolah karena ingin lulus.”
“Nama saya didaftarkan oleh Badan Kongres Rakyat Nasional Kabupaten Bantul dan saya harus berlatih dan berpartisipasi, mau atau tidak. Saya menangis di sana karena saya khawatir butuh waktu dua minggu untuk mendapatkan izin dari sekolah, tapi sekolah mengizinkannya, katanya.
Seusai acara PEPARNAS Riau, Ndaru selalu menjadi pelanggan tetap pemain tenis kursi roda. Ia kerap kembali mengutarakan semangatnya untuk menyerah dan menggali potensi dirinya kepada teman-teman difabel.
“Jangan takut untuk mencoba, jangan bilang tidak bisa. Kalau sudah mencoba tapi tidak bisa, kamu bisa mencari pilihan lain, tapi kalau belum mencoba tapi bilang tidak bisa, itu dia. menyerukan untuk menyerah, ”tegas Nidaru.
Dukungan penuh orang tua
Dukungan orang tua menjadi inspirasi Ndaru setiap kali berlaga di kejuaraan. Ibu Ndaru, Vagila, menyempatkan diri datang jauh-jauh dari Bantul untuk mendukung putranya dalam kompetisi PEPARNAS XVII Solo 2024. Ia mengenang momen emosional ketika hadiah pertama putranya sebagai pemain tenis kursi roda membelikannya sepeda motor matic.
“Hadiah pertama Ndaru di PEPARNAS Riau Rp 9 juta dan saya membeli sepeda motor matic,” kenang Wagila.
Menurut Wagila, putranya telah berbakat dalam bidang atletik jauh sebelum bencana yang menimpanya pada tahun 2006.
“Sebelum gempa yang melumpuhkannya, Nidaru punya bakat di bidang olahraga,” tutupnya. “Dia membantuku mengeringkan gandum ketika dia pulang dari sekolah, dan kemudian dia terus bermain sepak bola, jadi dia seperti anak laki-laki.”