Daging Kambing Picu Kenaikan Kolesterol dan Darah Tinggi Mitos Atau Fakta? Ini Penjelasan Dokter

Jakarta –  Saat hari raya Idul Adha, banyak masyarakat yang menyantap daging kambing. Daging kambing yang disembelih saat Idul Adha sering dijadikan sate, tongseng, kari, tumis, dan lain-lain.

Namun daging kambing sering dianggap menyebabkan peningkatan kolesterol dan tekanan darah tinggi, apakah ini mitos atau fakta?

Seperti dilansir Titik Kumpul.co.id dari situs resmi Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dibandingkan daging domba, daging sapi berlemak, dan dada atau paha ayam, daging kambing justru mengandung lebih sedikit kolesterol.

Menurut akun dokter di YouTube, belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa daging kambing menyebabkan peningkatan kolesterol dan tekanan darah tinggi.

“Mengapa orang mengira daging kambing penyebab darah tinggi adalah karena panas atau efek termogenik saat kita mengonsumsi daging kambing,” kata dr Haekal Anshari.

Padahal, lanjut Haekal, efek panas atau termogenik ini merupakan efek dari metabolisme tubuh kita saat kita mengonsumsi daging kambing.

Namun perlu diingat bahwa penyebab kolesterol tinggi dan darah tinggi adalah pengolahannya, bukan dagingnya.

Dalam website Kementerian Kesehatan dijelaskan bahwa dalam pengolahan daging kambing seringkali terdapat kebiasaan untuk memberi garam pada daging kambing yang banyak. 

Hal ini biasanya dilakukan untuk memberikan rasa lebih manis pada daging kambing dan juga untuk mengurangi bau amis pada daging kambing.

Namun penambahan garam terlalu banyak pada daging kambing dapat berdampak buruk bagi kesehatan manusia, apalagi jika dikonsumsi berlebihan.

“Jika kita menggunakan bumbu-bumbu yang memiliki kandungan garam tinggi kemudian menggorengnya dengan minyak atau membumbuinya dengan santan, hal-hal tersebut akan meningkatkan risiko peningkatan tekanan darah dan kolesterol,” kata dr Haekal Anshari dikutip dr Haekal. Anshari.

Artinya, dapat disimpulkan bahwa daging kambing menyebabkan peningkatan kolesterol dan tekanan darah tinggi hanyalah mitos belaka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *