Di Usia 94 Tahun, PSSI Optimistis Masa Depan Sepakbola Indonesia Cerah

Jakarta – PSSI memasuki hari jadinya yang ke-94 pada 19 April 2024. Otoritas sepak bola tertinggi di Indonesia ini optimistis masa depan sepak bola cerah. Bukan tanpa alasan keyakinan ini muncul.

Performa tim U-23 Indonesia di Piala Asia U-23 2024 menjadi acuan PSSI. Garuda Muda tampil mengejutkan di acara tersebut. Rizky Ridho dan kawan-kawan bisa masuk Top 4.

Keyakinan tersebut diungkapkan Anggota Komite Eksekutif PSSI Arya Sinulingga dalam diskusi panel PSSI bertajuk ‘Refleksi Tahun ke-94 PSSI, Mau Ke Mana?’ Di GBK Arena, Senayan, Jakarta pada Sabtu 11 Mei 2024.

Arya Sinulingga mengatakan, dengan tim muda yang ada saat ini, timnas Indonesia mempunyai potensi untuk berkembang di tahun-tahun mendatang. Bisa dibilang ini adalah masa keemasan sepakbola Indonesia.

Rata-rata usia mereka 20 tahun ke atas. Kebanyakan dari mereka masih bisa bermain di U-23 hingga dua tahun ke depan. Kemudian timnas senior kini rata-rata berusia 23 tahun, kata Arya.

Artinya, dalam 5-6 tahun ke depan kita masih bisa melawan generasi muda. Mereka belum cukup dewasa untuk bermain sepak bola.

“Indonesia sudah berusia 28 tahun, jadi masih banyak ruang untuk menjadi dewasa dan berkembang. Saya yakin tahun depan akan lebih gila lagi.”

Meski tak bisa lolos ke Olimpiade Paris 2024 karena kalah 0-1 melawan Guinea U-23 di babak play-off, PSSI tetap mengagumi tim asuhan Shin Tae-yong. Prestasi ini bak remake dari Olimpiade Montreal 1976.

Namun menurut Ari yang patut berbangga, generasi sekarang sudah berbuat di era sekarang. Dimana kekuatan sepak bola semakin berkembang, namun Indonesia U-23 masih bisa bermain.

“Kalau tahun 1970-an, kompetisinya mungkin belum berkembang seperti sekarang. Beda sekali. Sekarang kompetisinya sudah modern dan kita bisa masuk ke posisi itu,” kata Arya.

Dalam diskusi tersebut, Pers PSSI mendapat dukungan dari beberapa pihak. Mulai dari PSSI, PT Liga Indonesia Baru, ASDP, Nendia Primarasa, DAMRI, APPI dan RS Mitra Keluarga.

Tak hanya Arya yang hadir mewakili sumber daya manusia, namun juga mantan pemain internasional Indonesia Budi Sudarsono dan Sekretaris Jenderal Asosiasi Sepak Bola Wanita Indonesia (ASBWI), Souraiya Farina.

Budi Sudarsono mewanti-wanti PSSI agar tidak terlalu bergembira dengan prestasi Indonesia U-23 di Piala Asia U-23 2024, menurutnya masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan organisasi yang kini dipimpin Erick See you. Hal inilah yang menjadi kekurangan striker lokal berkualitas.

“Dalam tiga hingga empat tahun terakhir, harus ada editorial tentang apa yang salah karena berdampak pada timnas. Misalnya saya lihat di EPA minimal umurnya 30 game dalam setahun, jadi ideal atau tidak? Jadi setiap tahunnya kita harus punya “Kita ingin berkembang, walaupun sudah bagus, kita tetap ingin berkembang”

PSSI di bawah kepemimpinan Erick Thohir saat ini telah memiliki cetak biru terkait sepak bola wanita. Tujuannya, timnas putri Indonesia lolos ke Piala Dunia 2035 dan menjuarai Piala Asia 2038.

PSSI masih mempunyai banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk sepak bola wanita Indonesia. Yang penting seperti kompetisi, tidak akan berlangsung bertahun-tahun. Meski begitu, Farina optimistis cetak biru tersebut bisa terwujud asalkan PSSI berkomitmen.

Jadi sekaranglah waktunya untuk berbuat dan tidak berkata apa-apa, karena kalau dibuat untuk mengatakan media sosial dan media, semuanya akan berakhir. Jika ingin berkembang dan bermimpi tetapi tidak tahu apa yang ingin dilakukan, Farina berkata, “Sekarang menurut saya, bermain di Piala Dunia bukanlah mimpi. Itu harus terjadi,” kata Farina.

Pengamat sepak bola Dex Glenniza menilai positif terhadap cetak biru yang dikembangkan PSSI. Namun ingatlah bahwa apa yang diciptakan harus diselamatkan. Praktek PSSI adalah ketika manajemen perubahan perangkat lunak sebelumnya tidak lagi berjalan.

Ia memberikan referensi betapa konsistennya sepak bola Jepang dan berkomitmen menerapkan rencana 100 tahun selama 32 tahun terakhir. Hasilnya positif, timnas Jepang kini rutin memasuki Piala Dunia.

“Jepang awalnya berpandangan negatif atas kekalahan Perang Dunia Kedua. Bagaimana mereka mengembangkan cara untuk mempromosikan moralitas? Jadi olahraga yang mereka targetkan adalah hiburan dulu, kesuksesan kemudian,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *