dr Tirta Ungkap Alasan Perokok Zaman Dulu Lebih Panjang Umur Dibanding Sekarang

VIVA Lifestyle – Rokok menimbulkan banyak penyakit seperti penyakit paru-paru kronis, kanker, stroke, serangan jantung. Tak hanya itu, rokok mengandung lebih dari 4.000 jenis bahan kimia, termasuk tar penyebab kanker dan karbon monoksida perusak darah. 

Meningkatnya jumlah perokok di negara tersebut telah mendorong Dr Theerta untuk angkat bicara. Dalam podcast PWK yang dibawakan oleh komedian populer Pras Tegu, Dr.

“Gejala merokoknya keterlaluan? Lendirnya putih kalau batuk di pagi hari. Terlalu banyak, kalau terus sampai umur 45-50 paling banyak meninggal,” ujarnya seperti dikutip dari YouTube HAS Creative. Tayang, Senin 3 Juni 2024. 

Juga, Dr. Thirtha pun mengungkapkan masih ada sebagian yang ‘ragu’ untuk berhenti merokok. Hal ini mencerminkan orang-orang zaman dahulu yang berumur panjang meskipun merokok karena hidupnya akan nyaman.

Tentang ini Dr. Tirtha mengungkapkan, alasan manusia purba bisa hidup lama meski merokok adalah gaya hidup sehat.

“Dan kenapa orang tidak mati karena dulu tidak ada polusi? Sungguh, itu tidak menjawab kenapa dulu perokok hidup lebih lama? Karena dulu berjalan kaki dan tidak ada sepeda motor,” lanjutnya. . .

Beberapa gaya hidup sehat yang dilakukan manusia purba antara lain lebih banyak berjalan kaki sambil beraktivitas dan mengonsumsi makanan sehat.

“Nenek kita merokok tingwe (rokok linting tembakau), ini bukan konspirasi ya, tapi faktanya mereka merokok tingwe, tapi kemana-mana naik sepeda. Sehari jalan kaki 10 ribu langkah. Makan bakar-bakaran tidak. Direbus, bukan diasamkan, biarpun diasap. Menghindari penyakit kanker lainnya,” ujarnya.

Berbeda dengan masyarakat saat ini yang jarang melakukan aktivitas fisik yang berarti rasa malas. Banyak dari kita memilih memesan makanan secara online dan menjalani gaya hidup tidak sehat. Ia mengatakan, tidak mengherankan jika pada usia 45 tahun, perokok akan mengalami serangan jantung.

“Saat ini, mereka merokok, berpesta, minum-minum, memesan makanan secara online dan tidak pernah berolahraga. Lalu ketika mereka mengalami serangan jantung pada (usia) 45 tahun, merekalah yang harus disalahkan,” kata Dr Theertha. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *