Fakta dan Mitos, Apakah MSG Berbahaya?

VIVA, Jakarta – Monosodium glutamat (MSG) yang biasa dikenal dengan sebutan “micin” merupakan bahan tambahan makanan yang telah digunakan selama puluhan tahun untuk meningkatkan cita rasa umami pada berbagai masakan. Meskipun kegunaannya luas, tepung beras sering menjadi bahan perdebatan karena dampaknya terhadap kesehatan.

Berdasarkan informasi dari berbagai sumber, para ahli kesehatan mempunyai pendapat berbeda-beda mengenai keamanan milithromycin. Scroll terus ya?

Micin adalah garam natrium dari asam glutamat, asam amino yang ditemukan secara alami dalam berbagai makanan termasuk tomat, keju, dan daging. Asam glutamat juga diproduksi oleh tubuh manusia dan berperan penting dalam fungsi otak dan sistem saraf.

Kontroversi MSG dimulai pada tahun 1968, ketika Dr. Robert Ho Man Kwok menulis surat kepada New England Journal of Medicine yang menjelaskan gejala seperti mati rasa dan jantung berdebar-debar setelah makan di restoran Cina. Fenomena ini dikenal sebagai “sindrom restoran Cina” dan sering dikaitkan dengan MSG, meski bukti ilmiahnya masih sedikit.

Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) dan berbagai otoritas kesehatan lainnya telah melakukan penelitian ekstensif mengenai keamanan MSG.​

Penelitian awal pada tikus menunjukkan bahwa MSG dosis tinggi bila disuntikkan di bawah kulit dapat menyebabkan kerusakan otak. Namun pendekatan ini tidak ada hubungannya dengan cara manusia mengonsumsi MSG melalui makanan. Penelitian lebih lanjut pada manusia tidak menemukan bukti yang mendukung klaim bahwa MSG menyebabkan kerusakan otak.

Otoritas kesehatan tidak menganggap MSG sebagai alergen. Meskipun ada beberapa laporan mengenai dampak buruknya, sebagian besar tidak didukung oleh bukti ilmiah yang kuat. Beberapa orang mungkin sensitif terhadap MSG dan mengalami gejala ringan, namun hal ini sangat jarang terjadi.

Pakar kesehatan telah melakukan penelitian dan analisis ekstensif mengenai dampak MSG terhadap kesehatan. Fred Cohen, spesialis sakit kepala dan asisten profesor kedokteran dan neurologi di Icahn School of Medicine di Mount Sinai di New York, mencatat bahwa banyak penelitian awal tentang MSG yang ekstrim dan tidak akurat. Dalam ulasannya, Cohen menemukan bahwa meskipun MSG dapat memicu sakit kepala pada beberapa orang, banyak penelitian menggunakan dosis MSG yang jauh lebih tinggi dari asupan normal.

PhD. Ahli gizi Michael J. Glader juga mengatakan MSG aman bila dikonsumsi dalam jumlah sedang. Menurutnya, gejala yang dilaporkan sebagian orang mungkin disebabkan oleh faktor lain selain MSG itu sendiri. PhD. Glide menekankan pentingnya mempertimbangkan bukti ilmiah daripada terpengaruh oleh mitos yang tidak berdasar.

“Berdasarkan bukti ilmiah terbaru dan pendapat para ahli, MSG aman jika dikonsumsi dalam jumlah sedang. Meskipun beberapa orang mungkin sensitif terhadap MSG dan mengalami gejala ringan, kebanyakan orang dapat mengonsumsinya tanpa masalah,” kata Laney. Susan, koki di Ayam Bengis Resto.

Penting untuk memisahkan fakta dari mitos dan memahami bahwa MSG tidak berbahaya jika dikonsumsi dalam jumlah sedang. Oleh karena itu, MSG tetap menjadi bahan tambahan yang aman dan berguna dalam masakan sehari-hari.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *