Fati Indraloka Ungkap Penyebab Kematian Babe Cabita, Berobat ke Dokter Hematologi Terbaik di India

Jakarta, Titik Kumpul – Fati Indraloka angkat bicara soal penyebab meninggalnya Babe Kabita pada April 2024. Fati mengatakan, suaminya meninggal karena komplikasi penyakitnya, yakni anemia aplastik.

“Jadi ini adalah komplikasi penurunan. Itu terjadi karena sumsum tulang belakang sudah tidak bisa memproduksi darah lagi,” kata Fatty merujuk tayangan YouTube Dedi Corbusier.

Hal itu kemudian diungkapkan kepada Fati, suaminya, yang menjalani serangkaian perawatan di Malaysia. Yuk simak terus artikel lengkapnya di bawah ini.

Ia mengatakan, proses sel induk merupakan cara untuk mengatasi masalah penyakit Baba.

Namun sayang, Fati mengungkapkan bahwa stem cell sendiri saat itu belum memungkinkan karena kondisi Babe Kabita. 

“Tapi stem cell saudara kita yang kita siapkan, tidak bisa masuk karena harus fit, kalau kita paksa, kata dokter, saya ambil 30 persen, kata saya,” kata Fati.

Fatty juga mengungkapkan bahwa Babe sedang menjalani sejumlah pengobatan untuk kondisinya saat itu. Namun saat menjalani perawatan sumsum tulang belakang, darah dan trombosit Babe Cabita juga mengalami penurunan.

“Saat kami ingin melihat lagi, sepertinya sel dan sumsum tulang lebih kuat, sehingga 80 persen hancur dan tidak bisa menghasilkan apa pun. Jadi kami memberinya obat agar dia bisa rileks sehingga setidaknya hal itu tidak terjadi. “merusak darahnya dan paling tidak diam, jadi ternyata trombositnya turun selama 2-3 hari,” ujarnya.

Tak hanya itu, anemia aplastik juga ditemukan berdampak pada otak Baba. Fati mengatakan, pemeriksaan di bagian belakang kepalanya menunjukkan adanya peradangan yang menyebabkan mata Babe Kabita menjadi keruh.

“Otaknya mulai sedikit sembuh lagi karena komplikasi, hasil MRI menunjukkan di sini (menunjuk ke belakang kepala) ada peradangan yang membuat mata Baba kabur. Jadi sepertinya peradangan itu seperti peradangan. Bukan karena kegagalan operasi, seperti tekanan, atau dokter curiga (sumsum tulang) naik, artinya seperti kuman,” kata Fatty.

Fathi juga mengungkapkan, saat itu dokter enggan melakukan uji sel induk pada Babe Cabita karena tingkat kegagalannya jauh lebih tinggi.

“Jadi pas dokter bilang kalau kita paksa ambil stem cellnya (kata dokter), ‘kita bisa kehilangan kamu, mungkin lebih cepat’, karena obat stem cellnya lebih kuat. Bahkan lebih kuat dari obat kemoterapi. Dengan jumlah leukosit bayi yang saat itu hanya 0,1, 0,2, dan ada pendarahan di kepala, saya khawatir itu komplikasi, dokter di sana takut,” kata Fati.

Fati menambahkan, dirinya kecewa saat itu. Saat itu, ia bahkan mencari second opinion untuk kesembuhan Baby. Fati sendiri mencari ahli hematologi terbaik yang kebetulan berada di India. 

“Jadi tidak ada harapan, saya minta stem cell, tapi dari hasil tes sumsum tulang tidak banyak harapan. Jadi dokternya punya kriterianya, kalau di bawah 10 persen ya boleh, kalau di atas 10. persen, saya tidak berani mengambil resiko, lagipula, “Temukan ahli hematologi terbaik di India melalui telekonsul,” ujarnya.

Namun, dokter kembali mengakui saat melakukan telekonsultasi dengan ahli hematologi di India bahwa kasus Babe Kabita cukup rumit. Namun ia mampu memberikan obat, sayangnya obat yang diberikan dokter India tersebut sudah diberikan oleh dokter di Malaysia.

“Katanya kasusnya berat, dia kasih, tapi dia tidak jamin bisa dapat stem cell, tapi paling tidak akan diperpanjang, ternyata resepnya sudah diberikan ke dokter Malaysia, katanya. . Otak lagi ke Bulan Elizabeth Singapura, dia bilang bisa tapi kami memberinya obat ini.

Fati sendiri mengaku melakukan segalanya untuk menyembuhkan Babe Kabita.

Akhirnya seorang dokter di Malaysia meminta Baby dan istrinya pulang karena kondisi Baby sudah “tahap akhir” atau tidak dapat disembuhkan.

“Jadi semuanya sudah selesai, sampai akhirnya dokter bilang dia terminal, pulang saja. Di sana kami tinggal memberikan dukungan karena sel darah putihnya rendah, kami melakukan transfusi, darahnya rendah, transfusi lagi, katanya.

Fati sendiri menitikkan air mata dan mengaku cukup trauma dengan kejadian yang menimpa suaminya. Ia berharap kondisi seperti itu tidak akan terjadi lagi di kemudian hari.

“Sampai saat ini saya tidak mau merasa seperti bulan puasa lagi, pasti Tuhan jawab, tapi dokter masuk, itu yang mau disampaikan, karena seharusnya kita ke sana tiga bulan untuk stem cell, kami akan mudik lebaran,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *