Jakarta, Titik Kumpul- Film Seribu Bayang Purnama telah menyelesaikan seluruh proses syuting dan kini memasuki pusat produksi. Film drama romantis yang berfokus pada kehidupan petani ini disutradarai oleh Yahdi Jamhur dan memiliki cerita yang kuat dari penulis naskah Swastika Nohara. Film ini dijadwalkan rilis pada akhir tahun 2024.
Swastika sebelumnya dikenal sebagai penulis skenario film Cahaya Dari Timur Beta Maluku, Tiga Srikandi dan Hingga Nanti, Hanna!. Kali ini keduanya bergandengan tangan membuat sebuah film yang belum pernah dibuat sebelumnya dan menampilkan permasalahan nyata kehidupan petani Indonesia.
“Saya sudah menyadari permasalahan yang dihadapi petani Indonesia. Langkah awal film ini dimulai dengan keikutsertaan Baraka Film dalam produksi wilayah Nekus, NTT. Saat itu kami melihat dari dekat apa saja yang dilalui para petani untuk memulai produksi, hal ini membuat saya sangat senang bisa memasukkannya ke dalam film.” jelas Yahdi Jamhur, sutradara dan pendiri Baraka Films. .
Selain menggambarkan kehidupan petani yang terjebak pinjaman petani dan mahalnya harga pupuk, film ini juga menawarkan solusi yang terbukti berhasil bagi segelintir petani. Jadi film ini tidak hanya menyuguhkan kisah cinta saja, tapi juga berkaitan dengan kehidupan nyata para petani. Semua hal tersebut dapat dirangkum dengan menulis artikel Swastika Nohara.
“Cerita dan isi film sangat personal bagi saya, karena saya lahir dan besar di desa. Proses pembuatan naskah diawali dengan penelitian tentang kehidupan petani saat ini, serta penelitian Metode Nusantara. “Saya yakin permasalahan dan tantangan yang ditampilkan dalam film tersebut mewakili banyak petani di Indonesia, sehingga dari pertama kali saya mendengar ide dan konsep film ini, saya langsung merasa bahwa ini adalah film yang menarik dan penting untuk dibuat,” ungkapnya. Swastika Nohara yang memenangkan Piala Maya kategori Skenario Terpilih pada tahun 2013 dan 2014, serta masuk nominasi penulis terbaik FFI 2014.
Swastika menambahkan, film ini unik karena adegan pembunuhan petani belum pernah ditampilkan di film modern Indonesia. Dengan setting ini, seluruh peserta di dalamnya menunjukkan cinta dengan cara dan caranya masing-masing.
Bagian penting dari proses desain adalah pengembangan karakter utama. Pemeran utama diperankan oleh Marthino Lio sebagai Putro, pemeran lainnya adalah Whani Darmawan, Aksara Dena dan Nugie.
“Menurut saya, film ini adalah salah satu bukti nyata dan merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang saya kumpulkan. Mengenai topiknya, film ini sangat berani mengangkat topik pertanian yang jarang disebutkan dalam sejarah perfilman Indonesia. dan ingin memberikan pesan terbaik bahwa Bumi dan Negara-Negara Ini membutuhkan metode pertanian organik untuk terus membantu negara,” tambah Nugie yang juga dikenal sebagai musisi dan pemerhati lingkungan.
Pengalaman animasi Yahdi Jamhur selama 30 tahun memengaruhi setiap nafas film. Jadi, meskipun cerita film ini fiksi, namun ditulis dan diwujudkan dengan cara yang paling realistis. Hal ini mempengaruhi pilihan pakaian, tempat dan segala hal yang ditawarkan. Bahkan dalam memilih lokasi, tim produksi mencari ladang jagung yang tahun jagungnya sesuai dengan tren saat ini. Hal ini membuat beberapa adegan dalam film menjadi sangat sulit karena mengharuskan tim untuk bersiap menghadapi cuaca panas, angin kencang, dan debu tebal di lokasi.
“Ada pesan dalam film ini bahwa inilah realita kehidupan petani kita dan ada solusi yang bisa dicapai. Petani harus menjadi subjek upaya pemenuhan kebutuhan negara ini. Sudah cukup puluhan tahun para petani Indonesia, masyarakat yang bekerja dengan punggung di bawah sinar matahari, diperlakukan tidak adil melalui metode yang berbeda dalam distribusi dan biaya pupuk, dan masalah lainnya. Kini saatnya petani kembali mendapatkan cukup pangan. ” akhir dari Yahdi.