Film Seribu Bayang Purnama, Tawarkan Kisah Romansa Cinta di Atas Keresahan Para Petani

JAKARTA, Titik Kumpul – Berawal dari kekhawatiran para petani akan kesulitan yang mereka hadapi dalam memulai produksi, sutradara Yahdi Jamhoor terinspirasi untuk mencoba membuat film tentang dunia pertanian.

Melalui rumah produksinya, Baraka Films, Yahdi mencoba menjawab kekhawatiran tersebut melalui film romantis bertema pertanian yang belum pernah dilihat sebelumnya. Produksi “Seribu Bayang Purnama” telah dimulai sejak akhir September lalu dan syuting di beberapa lokasi di pedesaan Indonesia.

“Industri pertanian merupakan industri terpenting bagi Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris, namun kenyataannya para petani banyak menghadapi kendala dalam berproduksi, mulai dari mahalnya benih dan pupuk, sulitnya distribusi produk, pengenalan pangan. dan harga jual produk makanan mereka menginspirasi kami untuk menyajikan permasalahan tersebut melalui film.” Ungkap Yahdi Jamhoor, sutradara “Seribu Bayang Purnama” yang telah menggarap banyak film dokumenter dan memiliki pengalaman lebih dari 30 tahun di dunia jurnalistik. 

Dibintangi oleh Martino Leo, Nugi, Givina, Akshara Dena, dan Vani Dharamwan, film ini diharapkan memberikan tampilan baru bagi perfilman Indonesia.

Untuk menyampaikan suasana autentik dan keindahan alam yang autentik, Barka Films terlebih dahulu melakukan penelitian ekstensif terhadap permasalahan para petani setempat.

Melalui film ini, Yahdi dan timnya sangat mewakili kehidupan para petani dengan sinematografi yang indah serta cerita yang mendalam dan relevan. Proses pembuatan film kini sudah memasuki tahap akhir sebelum memasuki proses editing. 

Kompilasi

Film “Seribu Bayang Poornama” berkisah tentang konflik antara dua keluarga, yaitu keluarga Budi (diperankan Nugi) dan putranya Putro (Martino Leo) serta keluarga Gatot (Wani Darmawan) dan putranya Dodit (Aksara Dena). ) ), yang berprofesi sebagai petani, terdapat perbedaan karena prinsip yang berlawanan.

Lebih dari sekedar film drama, film ini mengungkapkan kekhawatiran para petani terhadap tingginya biaya produksi. Menyeimbangkan dengan alam dan mengingatkan betapa pentingnya pertanian dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Kisah asmara secara alami berkembang antara Putro dan Ratih menyusul ketidakpuasan petani atas kenaikan harga pupuk, namun panen terganggu oleh perselisihan keluarga.

“Seribu Byang Poornama” dijadwalkan tayang di bioskop pada akhir tahun 2024 dan berharap dapat menginspirasi pemirsa untuk lebih mengapresiasi pertanian sebagai basis pasokan pangan kita sehari-hari. Mereka berharap film ini bisa menjadi pengingat akan pentingnya keharmonisan antara manusia dan alam. “Melalui film ini kami mencoba untuk memberikan penontonnya gambaran lebih dekat tentang kehidupan para petani di Indonesia dan apa saja yang mereka hadapi, namun pada akhirnya mereka harus berusaha agar tetap bisa menciptakan sesuatu untuk hidup.” Ambil itu juga.  

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *