Gegara Punya Warna Kulit Gelap, Influencer Asal Afrika Ini Diolok Warga Indonesia: Aura Maghrib

Jakarta, Titik Kumpul – Standar kecantikan wanita terus menjadi bahan perdebatan di berbagai belahan dunia.  Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa standar kecantikan di setiap negara atau daerah berbeda-beda.

Namun kecantikan wanita tetap berkisar pada hal yang sama, yakni dari kulit putih, tinggi langsing, bahkan rambut lurus. Tentu saja hal ini juga berlaku di Indonesia. Maka tak heran jika ada wanita yang tidak memenuhi standar kecantikan tersebut akan dianggap tidak menarik.

Bahkan mereka kerap di-bully karena tidak memakai pakaian seperti Maghrib. Selain konten kreator Fujianti Utami Putra, ada nama pemilik akun Nyadollie TikTok yang kerap dikritik atau diejek karena dianggap punya aura “Maghrib”.

Sayangnya, yang menyebut TikToker asal Afrika punya aura seperti itu adalah warga negara Indonesia. Terlihat dari postingan milik X atau akun Twitter milik @alyacholid baru-baru ini. 

Usai mengunggah cuitannya, TikToker sekaligus influencer ganteng ini membagikan sederet tangkapan layar yang memperlihatkan aksi warganet Indonesia di media sosial pribadinya yang mengejek TikToker berkulit hitam Nyadollie dengan memanggilnya dengan nama ‘Maghrib’, bahkan ada yang memanggilnya ‘Tahajud’. ‘. .

“Bukan Maghrib lagi, ini Tahajjud,” tulis netizen di kolom komentar yang diunggah akun TikTok @Nyadollie.

“Ini benar-benar matahari terbenam lagi,” teriak yang lain.

Apa itu aura Maghreb?

Ungkapan “Aura Maghrib” pun langsung ramai diperbincangkan di jejaring sosial. Istilah ini diberikan kepada seseorang yang dikatakan memiliki warna kulit gelap. Istilah ini menjadi perdebatan di media sosial. Banyak yang menilai istilah Maghrib berbau rasisme dan rasa malu.

Sayangnya, komentar soal Maghrib Aura masih terus dijadikan bahan olok-olok untuk mengolok-olok pengguna media sosial lainnya hingga saat ini. Komentar tersebut cukup lumrah di kolom komentar unggahan TikTokers Nyadollie.

FYI, Nyadolli merupakan seorang beauty lovers TikTokers asal Sudan, sebuah negara di Afrika Timur yang mayoritas penduduknya berkulit gelap.

Reaksi netizen

Unggahan akun tersebut di Instagram pun langsung menimbulkan beragam reaksi dari netizen di kolom komentar.

“Sayangnya, yang tersinggung seringkali tidak lebih indah dari yang tersinggung,” tulis seorang warganet.

“Negara dengan populasi Muslim terbesar masih menggunakan waktu salat sebagai penghinaan untuk menindas orang lain,” teriak yang lain.

“Normalisasi mengungkap nama pengguna penjahat,” sahut yang lain.

“Tolong normalkan bahwa kecantikan tidak harus putih!” – kata yang lain.

“Menyalahgunakan waktu salat sebagai bentuk rasisme itu tidak lucu,” sahut yang lain.

“Lucu, siapa pelopor Maghrib Maghrib?” – kata yang lain.

“Itu memang berlapis-lapis, mulai dari warna kulit yang menyinggung, penggunaan waktu sholat sebagai bentuk penghinaan, dan nada-nada menghina lainnya,” jelas yang lain.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *