Jakarta – Sebuah gunung baru tiba-tiba muncul di Dusun Medang, Sendangrejo, Kecamatan Ngaringan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.
Selanjutnya, Survei Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan penjelasan mengenai fenomena Bledug Kramesan atau “gunung baru”.
Dalam situs Kementerian ESDM disebutkan Bledug Kramesan merupakan hasil semburan lumpur, meski dengan intensitas lebih rendah. Akibat ledakan yang berlangsung beberapa waktu itu, lumpur tersebut membentuk gunung.
Survei Geologi mencatat fenomena seperti Bledug Kramesan sudah ada sejak lama dan banyak ditemukan dalam teks kerajaan Jawa yang menjelaskan keberadaan gunung lumpur ini. Jarak antara Bledug Kramesan dan Bledug Kuwu sekitar 3,4 kilometer.
Bledug Kramesan tingginya 25 meter dari permukaan tanah. Perdarahan ini merupakan material rembesan lumpur yang keluar ke permukaan melalui rekahan atau struktur patahan.
Berdasarkan catatan Survei Geologi, faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya semburan lumpur antara lain: Pertama, sedimentasi: penurunan permukaan tanah secara tektonik secara stabil. Kedua, laju pengendapan: pengendapan sedimen muda yang tebal secara cepat. Lapisan plastik ketiga: terdapat lapisan plastik di bawah permukaan (adanya lapisan plastik di ruang bawah tanah). Keempat, overpressure dan underpressure: fluida mengalami tekanan berlebih dan sedimen mengalami kompresi (fluid overpressure dan sediment underpressure). Kelima, potensi hidrokarbon: pasokan gas yang cukup dan potensi hidrokarbon yang tinggi (sufficient gas supply and high hydrocarbon potensial). Keenam, produksi air diagenetik: produksi air diagenesa dari rangkaian jenis tanah liat yang tertimbun (diagenetic water produksi dari rangkaian tanah liat yang tertimbun). Ketujuh, tektonik kompresional: susunan tektonik kompresi dengan banyak sesar dan kegempaan tinggi (susunan kompresi – banyak sesar – kegempaan tinggi). Kedelapan, gradien panas bumi yang tinggi: kemungkinan gradien panas bumi yang tinggi.
“Dari segi struktur geologinya, Bledug terletak pada daerah yang tidak padat sesar dan garisan karena sifatnya yang plastis. Jadi pada daerah lumpur tidak ada tanda-tanda kelurusan sesar, namun terdapat struktur geologi berupa antiklin dengan sumbu relatif barat daya – timur laut,” jelas Kepala Badan Geologi tersebut. Kementerian ESDM, Muhammad Wafid dalam siaran persnya.
Wafid menjelaskan, dampak kegempaan pada diapir lumpur dan gunung lumpur adalah potensi terbukanya retakan yang dilalui material lumpur tersebut.
Dengan terbukanya retakan tersebut maka material popok lumpur akan menunjukkan pergerakan ke atas dan akan terjadi pelepasan material selanjutnya, namun dengan adanya kompresi dan tekanan tektonik pada area tersebut maka akan terjadi titik keseimbangan seperti sebelum terjadinya gempa.
Berdasarkan data tersebut, fenomena Bledug Kramesan di kawasan Grobogan bukanlah fenomena yang luar biasa. Apalagi tidak jauh dari Bledug Kramesan Bledug Kuwu yang selama ini dikenal masyarakat sebagai fenomena gunung lumpur. untuk waktu yang lama.
Sementara itu, terkait peningkatan aktivitas semburan lumpur pasca gempa Bawean 22 Maret 2024 berkekuatan 6,5 SR diperkirakan dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut:
Sistem migrasi hidrokarbon dan lumpur menjadi lebih aktif akibat adanya bukaan berupa retakan dan patahan akibat gempa dangkal ini.
Semburan lumpur di kawasan sekitar Bledug Kuwu dan Bledug Kramesan keluar melalui celah-celah yang terbentuk akibat gempa.
Untuk itu, Survei Geologi mengimbau masyarakat di sekitar wilayah Bledug Kuwu dan Bledug Kramesan untuk tidak panik dan tidak mempercayai berita-berita yang tidak bertanggung jawab dan tidak mempunyai dasar ilmiah yang jelas, sehingga dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda. Badan Geologi akan terus memantau evolusi fenomena alam.”