Sukabumi – Peneliti Pusat Penelitian Biosistematika dan Evolusi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wirdateti, menemukan tanda-tanda kehidupan pada harimau jawa yang sebelumnya dinyatakan punah sejak tahun 198-an.
Tanda-tanda kehidupan Harimau Jawa diketahui dengan ditemukannya bulu binatang di pagar antara taman umum dan jalan raya di Desa Cipeundeuy, Sukabumi Selatan, Jawa Barat.
Rambut tersebut ditemukan Kalih Raksasewa setelah adanya laporan dari Ripi Yanuar Fajar (warga setempat) yang menemukan hewan mirip harimau jawa yang dikabarkan punah pada malam 19 Agustus 2019, kata Teti. tekan. Dirilis pada Selasa, 26 Maret 2024.
Berdasarkan analisis DNA menyeluruh, Teti dan timnya menyimpulkan bahwa bulu yang ditemukan di Sukabumi Selatan berasal dari spesies Panthera tigris sondaica atau harimau jawa. Spesimen ini termasuk dalam kelompok Harimau Jawa yang sama yang dikumpulkan oleh Museum Zoologicum Bogoriense (MZB) pada tahun 1930.
Teti menjelaskan, keyakinan tersebut didukung dengan metode ilmiah lain yang telah dilakukan. Selain rambut, bekas cakaran serupa dengan yang dihasilkan harimau juga ditemukan di lokasi tersebut.
Identifikasi awal Teti dan tim adalah dengan melakukan studi perbandingan sampel bulu harimau yang ditemukan di Sukabumi Selatan dengan sampel harimau Jawa koleksi MZB. Nantinya, beberapa jenis sampel harimau lainnya, seperti harimau Bengal, Amur, dan Sumatra, serta macan tutul jawa digunakan sebagai kontrol.
Hasil perbandingan sampel bulu Harimau Sukabumi menunjukkan kemiripan sebesar 97,06% dengan Harimau Sumatera dan 96,87% dengan Harimau Benggala. Sedangkan sampel Harimau Jawa koleksi MZB sebesar 98,23 kemiripan dengan Harimau Sumatera. harimau,” jelas Teti.
Untuk memperkuat pengamatannya, Teti dan tim juga melakukan wawancara mendalam dengan Ripi Yanuar Fajar yang melihat harimau tersebut. Wawancara dilakukan di lokasi pengambilan sampel rambut pada 15-19 Juni 2022.
Teti menjelaskan, analisis genetik DNA memiliki tingkat sensitivitas yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan konservasi dan memperjelas ketidakpastian taksonomi. Kemudian merekonstruksi filogeografi dan demografi untuk mengeksplorasi latar belakang genetik subspesies tersebut.
Teti juga menambahkan, ekstraksi DNA secara lengkap dilakukan menggunakan kit Dneasy Blood & Tissue sesuai protokol. Protokolnya dimodifikasi dengan menambahkan protein, karena tingginya kandungan protein pada rambut.
Amplifikasi PCR dari semua sitokrom b mtDNA dilakukan dengan primer spesifik untuk harimau. “Selain itu, seluruh hasil sekuens nukleotida disimpan di BioEdit dan diserahkan ke GenBank,” jelas Teti.
“Referensi komplementer antara primer maju dan mundur diedit menggunakan Chromaspro. Semua dugaan sekuens nukleotida harimau Jawa dibandingkan dengan database sekuens National Center for Biological Information (NCBI). “Sekuensing DNA dilakukan menggunakan Clustal X, dan data dianalisis menggunakan MEGA ,’ tutupnya.
Temuan penelitian Teti dan timnya mengenai tanda-tanda vital harimau jawa disebut masih memerlukan penelitian genetik dan lapangan lebih lanjut.