JAKARTA – Permasalahan kesehatan jiwa pada peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) kembali menjadi sorotan. Data yang muncul baru-baru ini menunjukkan bahwa terdapat 2.716 calon dokter spesialis yang terdiagnosis depresi.
Berdasarkan data analisis kesehatan jiwa calon dokter spesialis di 28 rumah sakit pendidikan vertikal terhadap 12.121 PPDS, diketahui ada 2.716 calon dokter spesialis yang terdiagnosis depresi.
Dari 2.716 calon dokter yang didiagnosis menderita depresi, 1.977 di antaranya memiliki gejala ringan. 486 calon dokter spesialis mengalami depresi sedang, 178 calon dokter spesialis mengalami depresi sedang dan berat. Dan 75 calon dokter spesialis didiagnosis menderita depresi berat.
Jadi ada apa di balik survei ini? Kepala Departemen Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan, salah satu tujuan dilakukannya survei ini adalah masih adanya laporan kasus penganiayaan PPDS selama menempuh pendidikan. Melalui survei ini, Kementerian Kesehatan ingin mengetahui apakah ada kasus perundungan atau faktor lain yang melatarbelakangi depresi yang dialami PPDS.
“Karena kami terus mendapat laporan adanya perundungan, kami mencoba mencari tahu apakah ada depresi karena perundungan atau faktor lain,” kata Siti Nadia saat dihubungi Titik Kumpul, Selasa, 16 April 2024.
Lebih lanjut Nadia Tarmizi mengungkapkan, sejauh ini belum ditemukan kasus fatal atau tepatnya kasus bunuh diri di PPDS akibat depresi.
“Untuk saat ini, belum,” katanya.
Di sisi lain, Nadia mengungkapkan survei semacam itu ibarat deteksi dini yang dilakukan pemerintah untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan jiwa pada PPDS.
“Jadi ini seperti deteksi dini untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan mental di kemudian hari,” ujarnya.
Selain itu, Nadia menilai survei ini juga menjadi masukan bagi proses pembelajaran peserta PPDS.
“Salah satunya (mengikuti survei ini) dengan melakukan kajian cepat seperti ini yang bermanfaat bagi proses pendidikan PPDS, serta mencegah penanganan darurat depresi ringan di kemudian hari agar tidak menjadi depresi berat,” ujarnya. . .