JAKARTA – Penyakit Ginjal Kronis (PGK) merupakan salah satu penyakit ginjal yang patut diwaspadai. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, prevalensi penyakit ginjal kronis di Indonesia pada tahun 2018 sebanyak 713.783 orang (0,38 persen).
Jumlah ini meningkat signifikan dibandingkan angka prevalensi pada tahun 2013 yang berjumlah 499.800 orang (0,2 persen). Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang belum menyadari pentingnya menjaga kesehatan ginjal, termasuk memahami penurunan fungsi ginjal.
Selain itu, proses penurunan fungsi ginjal terjadi begitu cepat sehingga baru menjadi kenyataan jika ditemukan pada stadium lanjut.
“Deteksi dini harus dilakukan karena banyak pasien gangguan ginjal yang datang ke dokter padahal sudah habis dan akhirnya harus menjalani cuci darah.” Jadi, karena pada awalnya tidak ada gejala, ada baiknya mengenalinya sejak dini. “Jika tidak terdeteksi sejak dini, kondisi pasien akan semakin parah sehingga memerlukan terapi pengganti ginjal yaitu cuci darah, transplantasi atau transplantasi ginjal,” kata dokter spesialis penyakit dalam, konsultan ginjal dan tekanan darah dr. Dina Nilasari, Ph.D., Sp.PD-KGH, pada acara Kalbe Academia for Media dalam rangka Hari Ginjal Sedunia 2024, Kamis 14 Maret 2024.
Dr Dina mengatakan, untuk menjaga kesehatan ginjal, perlu dilakukan perubahan pola hidup menjadi hidup sehat. Antara lain dengan mengontrol pola makan sehari-hari.
Namun hal ini berkaitan dengan pemenuhan gizi sehari-hari sesuai kebutuhan individu, karena komponen makanan sangat penting untuk menjaga fungsi ginjal. Akan ada perbedaan pola makan atau pola makan antara orang tanpa penyakit ginjal dengan penderita penyakit ginjal kronis.
Ahli gizi, Dr. Marya Haryono, M.Gizi, Sp.GK, FINEM, cara pemanfaatan nutrisi anak ginjal tidak boleh stabil yaitu dengan mengontrol protein, bahkan sumber lain seperti fosfat, natrium, kalium.
Ia meminta anak penderita penyakit ginjal untuk mengontrol makanan yang dimakannya setiap hari, terutama jika memiliki hal lain yang dapat memperburuk masalah ginjal. Misalnya, jika Anda memiliki tekanan darah tinggi, sebaiknya batasi makanan yang tinggi natrium, termasuk natrium. Begitu pula jika ada kecenderungan asam urat, maka Anda harus mengontrol makanan yang Anda konsumsi.
Sementara itu, Direktur Medis PT Kalbe Farma Tbk, Dr. Dedyanto Henky Saputra, M.Gizi, AIFO-K menjelaskan, pola makan yang tepat bagi penderita penyakit ginjal kronis harus disesuaikan dengan kondisi penyakitnya. Tahapan 1-4 (pradialisis)
Langkah 1-4 dikenal sebagai pradialisis. Jika sudah memasuki stadium kelima maka disebut stadium terakhir atau pasien harus menjalani cuci darah atau hemodialisis. Pasien pradialisis disarankan untuk mengonsumsi makanan tinggi kalori namun rendah protein.
“Karena jika protein tersebut tertelan dalam jumlah banyak, maka proses penghancuran ginjal akan semakin cepat sehingga pasien akan cepat masuk ke tahap cuci darah,” ujarnya. Status dialisis
Sebaliknya, Dedyanto mengatakan, jika pasien menjalani cuci darah, tanpa menambah asupan kalori, seharusnya proteinnya 20-30 persen lebih banyak dibandingkan orang sehat.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah penggunaan kalium, fosfat, dan natrium secara terkontrol agar tidak menimbulkan berbagai masalah, lanjutnya.
Menurut Dedy, nutrisi yang tepat dapat menguatkan pasien sehingga pengobatan tidak mengganggu atau memperbaiki keadaan. Perbanyak minum air putih, khususnya bagi penderita ginjal, mempunyai peranan yang sangat penting dalam membantu pasien ginjal dalam proses pengobatannya, apalagi jika anak penderita penyakit ginjal mengalami penurunan nafsu makan.
Kalbe Farma yang terus berupaya menyehatkan masyarakat menyediakan makanan cair untuk menunjang kesehatan ginjal anak pada tahap pra cuci darah dan cuci darah. Kandungan nutrisi pada produk makanan cair ini adalah karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral. Yakni Nephrisol dan Nephrisol D diketahui sama-sama memiliki kalori yang tinggi sesuai prinsip pola makan penyakit ginjal kronik, vitamin dan mineralnya juga diubah sesuai kebutuhan.