JAKARTA – Perkawinan anak merupakan permasalahan serius karena dapat berdampak negatif pada stunting, putus sekolah, kesejahteraan anak, dan kekerasan dalam rumah tangga. Kementerian Agama berupaya menurunkan angka pernikahan anak pada tahun depan melalui Gerakan Keluarga Maslahat.
Dengan mengacu pada UU No. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16, mulai tahun 2019 yang dimaksud dengan perkawinan anak adalah perkawinan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang belum mencapai umur 19 tahun. Dalam hal demikian, orang tua laki-laki dan/atau orang tua perempuan dapat meminta keringanan ke pengadilan karena alasan yang sangat mendesak dan disertai bukti yang cukup. Berdasarkan data Departemen Agama, terdapat lebih dari 63 ribu permohonan terkait perkawinan anak yang diputus oleh pengadilan agama pada tahun 2020. Angka ini turun menjadi sekitar 61 ribu pada tahun 2021 dan 50 ribu pada tahun 2022.
“Angka ini masih cukup tinggi. Kamaruddin Amin dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, 21 November mengatakan, “Kami berharap datanya terus menurun pada tahun ini, dan kami menargetkan kasus perkawinan anak menurun sebesar 8,74 persen pada tahun 2024 dan 6,94 persen pada tahun 2030.” dikatakan. , 2023
Menurut Kamarudin, upaya menurunkan angka perkawinan anak tidak bisa dilakukan oleh pemerintah sendiri. Untuk itu, Kementerian Agama menggandeng Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dalam Gerakan Musyawarah Keluarga (GKM). Gerakan ini kemudian dikenal dengan nama GKMNU. Kementerian Agama juga menjalin kerja sama dengan Pemerintah Pusat Aisyiyah di bidang ketahanan keluarga yang ditandatangani di Yogyakarta pada 23 Oktober 2023.
“GKMNU sangat penting karena keluarga merupakan landasan pembangunan masyarakat dan bangsa. Jika keluarga tumbuh dan berkembang dengan baik maka akan berdampak positif bagi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa,” ujarnya.
Berbagai kegiatan bersama seperti penyuluhan perkawinan dan penyuluhan remaja usia sekolah (BRUS) dilakukan melalui GKMNU. Kami berharap pemahaman yang lebih baik mengenai pernikahan di kalangan generasi muda dan calon pasangan akan membekali mereka untuk berkeluarga, termasuk mencegah pernikahan anak.
Kasubdit Bina Keluarga Sakinah Agus Suryo Suripto menambahkan, pembinaan Remaja Usia Sekolah (BRUS) sangat strategis dalam memberikan pemahaman pendidikan keluarga bagi remaja. “BRUS itu tindakan kecil, tapi berdampak besar bagi kemajuan bangsa. Tindakan kecil berdampak besar, memberikan kontribusi besar bagi kemajuan Indonesia,” ujarnya.
Suryo berharap program BRUS juga dapat membantu generasi muda memahami pentingnya penundaan usia menikah dan menjaga kesehatan reproduksi. “BRUS juga bisa menjadi salah satu cara untuk meningkatkan kualitas keluarga Sakinah,” tutupnya.