Titik Kumpul – Masalah kesehatan mental merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling diabaikan dan dihindari di masyarakat kita. Salah satu hambatan utama dalam upaya mengatasi masalah ini adalah senyuman yang melekat pada orang-orang dengan masalah kesehatan mental.
Stigma ini dapat menimbulkan penderitaan bagi individu yang berjuang dengan masalah kesehatan mentalnya, sehingga menghambat proses pemulihan dan akses terhadap pengobatan yang tepat. Stigma merupakan penilaian negatif dan stereotipikal yang dikaitkan dengan lapisan masyarakat tertentu.
Dalam konteks masalah kesehatan mental, stigma negatif dapat merujuk pada sikap dan karakteristik negatif yang terkait dengan penderita masalah kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, skizofrenia, atau gangguan bipolar. Stigma ini dapat berupa perlakuan diskriminatif, ejekan, atau isolasi sosial.
Pemahaman yang buruk mengenai masalah kesehatan mental berdampak serius pada individu dan masyarakat secara keseluruhan. Beberapa efeknya antara lain:
Hambatan dalam mengakses pengobatan: Orang dengan masalah kesehatan mental mungkin enggan mencari bantuan atau dukungan medis karena takut mendapat stigma. Hal ini dapat menyebabkan keterlambatan diagnosis dan pengobatan yang tepat.
Isolasi Sosial: Stigma dapat menyebabkan isolasi sosial dimana individu dengan masalah kesehatan mental merasa terisolasi dan ditinggalkan oleh keluarga, teman dan masyarakat.
Senyuman yang buruk dapat menghambat kesembuhan seseorang yang mengalami masalah kesehatan mental. Mereka mungkin merasa malu atau rendah diri, sehingga memperburuk kondisi mereka.
Orang dengan masalah kesehatan mental yang mengalami rasa malu memiliki kualitas hidup yang lebih rendah secara keseluruhan. Mereka mungkin mengalami pekerjaan yang tidak stabil, hubungan sosial yang terganggu, dan penurunan kesejahteraan secara umum.
Sensitivitas dan Kasih Sayang Terhadap Penderita Gangguan Jiwa (ODMK) dirintis oleh tiga mahasiswa pascasarjana Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelus Maret (UNS), yaitu Triana Rahmavati, Febrianti Dvi Lestari dan Wulandari. investasi Sebuah perjalanan yang menginspirasi.
Sebagai wujud keprihatinan mereka yang serius, mereka meluncurkan proyek Griya Schizofren. Langkah awal mereka adalah mendaftar pada program KKN di UNS.
Selanjutnya ketiganya memutuskan untuk mendekati persoalan ODMK dari sudut pandang sosiologis. Inisiatif ini memungkinkan mereka untuk memberikan kontribusi nyata melalui bimbingan ODMK. Awalnya hanya sepuluh mahasiswi yang mengikuti kegiatan penyuluhan di PMI Grea.
Beliau rutin mengunjungi dan berinteraksi dengan ODMK di Griya PMI. Seiring berjalannya waktu, jumlah pesertanya bertambah hingga akhirnya mencapai sekitar lima puluh orang.
Pada bulan Oktober 2014, Triana dan rekan-rekannya memutuskan untuk mendirikan Gria Skizofrenia, sebuah langkah penting dalam upaya mereka mendukung ODMK. Sejauh ini Griya Schizofren telah berhasil membantu lebih dari 200 orang ODMK keluar masuk Solo.
Bantuan yang diberikan mereka juga berkaitan dengan keluarga ODMK miskin. Kegiatan penyuluhan tersebut sangat beragam, antara lain membantu bercakap-cakap, mengikuti kegiatan sehari-hari, bernyanyi bersama, menggambar, melibatkan ODMK dalam kegiatan melipat kertas, shalat berjamaah, dan buka puasa bersama di bulan Ramadhan.
Tindakan yang dilakukan oleh Triana, Fabrianti dan Vulandari merupakan bukti nyata kepedulian mereka terhadap ODMK dan komitmen mereka dalam mengurangi stigma seputar masalah kesehatan mental. Melalui Griya Schizofren, mereka membuka pintu harapan dan memberikan dukungan nyata kepada individu yang membutuhkan dalam perjalanan menuju pemulihan dan kesejahteraan.
Triana Rahmawati meraih SATU Indonesia Awards 2017 bersama Individu Inspiratif lainnya atas proyek inspiratifnya, Pendamping Masalah Mental.
Baca artikel edukasi menarik lainnya di link ini.