Supriyaan, guru honorer yang mengajar di SDN 4 Bayto, Desa Vonua Raya, Kecamatan Conavi Sera Lambeto, Distrik Conaway Selatan, ditangkap polisi karena diduga menghukum seorang siswa.
Supriani ditangkap di Aipda karena menghukum seorang pelajar berhuruf D (6 tahun), yang disebut-sebut merupakan anak seorang polisi bernama Wibowo Hasim dari Polsek Beito.
Psikolog forensik Riza Indragiri akhirnya angkat bicara soal penangkapan guru honorer tersebut. Dia mengatakan cara polisi menangani kasus ini bisa menyakitkan dan merusak citra kepolisian negara.
Reza menyebut kasus tersebut sudah keterlaluan dan bersifat pidana. Sebab, polisi cenderung melihat kejadian kecil hanya dari kacamata kriminal, ujarnya. Hal ini dinilai merugikan konten pendidikan.
“Tidak ada kemungkinan dalam penyidikan hukuman guru itu ada kaitannya dengan kenakalan siswanya,” kata Riza dalam keterangan resmi, Selasa, 22 Oktober 2024.
“Jika polisi terobsesi untuk menegakkan tingkat kejahatan yang tinggi, maka banyak anggota masyarakat yang menutup mata terhadap kondisi kriminal dan tindakannya akan dicap kriminal,” lanjutnya.
Reza bertanya kepada guru terhormat itu kejahatan apa yang telah dilakukannya hingga harus mejebloskannya ke penjara. Ia kemudian mempengaruhi Kapolri Jenderal Listo Sighet Prabow agar berkomitmen pada jajarannya untuk mengedepankan keadilan restoratif.
“Guru ini sangat kejam, sangat jahat, sangat keji, sangat jahat sehingga dia harus dikurung,” tambahnya.
Menurut dia, komitmen Kapolri harus diterjemahkan oleh kepolisian negara agar dapat memberikan sanksi, sanksi, dan cara pemberian hukuman atau hukuman yang berat.
Reza meminta Kapolri segera menilai kasus tersebut di Divisi Regional Kepolisian Conaway Selatan (Sutterville).
Ia menyimpulkan: “Jika ada oknum di kepolisian setempat yang mengabaikan janji Kapolri untuk segera mengadili guru, hal ini perlu diatasi melalui hukuman dan pendidikan.”