Jakarta – Hari Anak Nasional diperingati pada tanggal 23 Juli setiap tahunnya. Hal ini diharapkan menjadi momen untuk meningkatkan jaminan keselamatan bagi anak-anak di Indonesia. Bukan hal yang tidak masuk akal, anak-anak Mereka yang kelak menjadi anak bangsa tidak akan memiliki rasa stabilitas.
Hal ini terlihat dari banyaknya kasus kekerasan seperti perundungan dan kekerasan seksual yang mereka alami. Tingginya jumlah kasus tersebut membuat Jasra Putra, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), menunjukkan bahwa kasus anak yang menjadi korban bullying di satuan pendidikan berdasarkan data pengaduan ke KPAI, kata Jasra, akan berjumlah 137 kasus. 2023. Kasus Akses Kasus
Sementara itu, kekerasan fisik dan psikis dilaporkan pada tahun 2023 sebanyak 411 kasus, sedangkan kekerasan seksual pada tahun 2023 dilaporkan oleh KPAI sebanyak 762 kasus.
Lalu apa yang harus dilakukan pemerintah untuk menurunkan angka kekerasan terhadap anak di Indonesia? Jasara sendiri mengungkapkan, ada empat permasalahan utama yang masih harus diselesaikan pemerintah
Hal pertama yang dikatakan Jasra, bidang pekerjaan yang perlu ditingkatkan adalah penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan terhadap anak. Jasra misalnya mencontohkan kasus kekerasan seksual terhadap anak di panti asuhan yang dialami oleh pengurus panti asuhan di Belitung.
Jasra mengatakan, korban dan rekannya melaporkan kejadian tersebut ke polisi di salah satu sektor di Belitung. Sayangnya, korban yang melapor justru mengalami pelecehan seksual dari petugas polisi yang diadukan.
“Ini sangat menyedihkan. Menjelang Hari Anak Nasional Anak tersebut melaporkan adanya kejadian dugaan kekerasan seksual yang dilakukan pengurus panti asuhan. Lalu, bersama seorang teman, kami pergi ke kantor polisi di Belitung. untuk melaporkan bahwa mereka mengalami kekerasan seksual, namun menurut polisi, mereka yang melakukan hal tersebut akan ditangkap “Kalau dari penegakan hukum, ini masalah besar bagi kami. Ini adalah tempat yang aman dan nyaman bagi anak untuk melapor. dan memiliki keberanian untuk berbicara tentang apa yang mereka Berpengalaman dalam berbicara Namun mereka mengalami kejadian tragis ketika polisi menuduh mereka melakukan kekerasan seksual,” katanya.
Penugasan kedua menangani kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia, termasuk proses rehabilitasinya. Merupakan kewajiban negara untuk memastikan bahwa para korban dapat benar-benar direhabilitasi dan berintegrasi kembali ke dalam masyarakat setelah mengalami kekerasan.
“Ini adalah pekerjaan rumah yang panjang. Setiap anak mempunyai situasi yang berbeda-beda. Tentu terkait dengan kekerasan yang mereka hadapi. Dalam beberapa situasi, penyelesaiannya bisa memakan waktu hingga 6 bulan atau hingga satu tahun karena membutuhkan bantuan yang sangat lama, misalnya anak yang mengalami kekerasan seksual perlu mendapatkan perawatan profesional, begitu pula sebaliknya.
Tugas ketiga terkait masalah kekerasan anak di Indonesia. Ada dukungan lingkungan. Khusus keluarga Jasra mengungkapkan, KPAI berharap kepada keluarga akan mampu memberikan dukungan penuh dan masyarakat tidak akan mendapat stigma. Bahkan di lingkungan sekolah,
“Dukungan ini merupakan upaya kami untuk mempercepat proses pemulihan anak-anak korban kekerasan,” ujarnya.
Sekaligus dari segi upaya pencegahan Dengan semakin maraknya kekerasan terhadap anak, ke depannya Jasra yakin akan ada kekhawatiran dari keluarga korban bahkan tetangganya. Sebab, kata Jasra, banyak kasus kekerasan terhadap anak yang merupakan kasus yang sudah berlangsung lama. Jadi itu tidak terjadi dalam satu atau dua hari. Dan pelakunya seringkali adalah orang-orang dekat mereka. Mulai dari keluarga, keluarga besar, tetangga, satuan pendidikan. Ini adalah orang-orang terkenal. orang terkenal
“Tentunya harus ada peringatan mengenai kerentanan, tata kelola, kita berharap pada keluarga. “Tapi kalau keluarga yang jadi pelakunya Ada juga skema lain seperti lingkungan RT/RW yang terlatih. Akan ada bagian perlindungan khusus. Bagi anak-anak di sana yang bisa merespon dan melakukan sosialisasi dengan cepat agar anak-anak tetap aman agar kekerasan tidak terjadi lagi,” ujarnya.
Jasra mengungkapkan, pihaknya berharap mekanisme kabupaten/kota ramah anak bisa terwujud sewaktu-waktu. Bukan sekedar Hari Anak atau sekedar pengakuan kabupaten/kota layak anak. Sebab, kata Jasra, anak-anak membutuhkannya setiap hari, bahkan negara harus bertanggung jawab hingga anak tersebut berusia 18 tahun.
“Saya kira mekanisme sistem perlindungan anak harus tetap ada, di dalam sistem itu ada keluarga, orang tua, dan lembaga pemerintah. Organisasi pemerintah daerah dan komunitas. Komunitas yang mencakup pengusaha, lembaga perlindungan anak, media, anak, dan komunitas perlindungan anak harus bekerja sama untuk memastikan bahwa kekerasan terhadap anak dianggap sebagai kejahatan serius terhadap anak. “Jadi undang-undang khusus itu menyangkut penelusuran hulu dan hilir,” ujarnya.
Jasra kemudian mengatakan penting juga untuk memberikan layanan rawat inap di tempat yang paling aman bagi anak-anak. Setelah mereka diambil dari keluarganya
“Ini adalah tempat di mana layanan pengaduan harus memastikan bahwa stafnya profesional dan lokasi pengaduannya ramah anak. Lalu memastikan lokasi pengaduan mampu menyelesaikan permasalahan anak-anak.” Saya kira KPAI tentu berharap. Bahwa itu akan menjadi kajian bersama karena perlindungan anak tidak bisa dibicarakan hanya di satu sektor, tapi di banyak sektor, sehingga anak-anak kita dimanapun berada, menyikapi dengan tata kelola yang sama dan kalaupun ada, bagaimanapun kekerasan terjadi, solusinya adalah sama,” katanya.