Jakarta, Titik Kumpul – Aborsi merupakan suatu tindakan medis yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan, dan keputusan untuk melakukannya dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor medis.
Secara medis, aborsi dapat diindikasikan dalam berbagai situasi, antara lain keguguran, ancaman terhadap kesehatan ibu akibat kehamilan, atau kehamilan akibat pemerkosaan.
Aborsi dapat dilakukan dengan dua cara utama, yaitu dengan menggunakan obat-obatan tertentu atau dengan pembedahan. Umumnya aborsi dilakukan pada usia kehamilan kurang dari 24 minggu, tergantung indikasi medis dan peraturan hukum setempat.
Meskipun aborsi dapat dilakukan dengan aman di bawah pengawasan medis yang tepat, risiko komplikasi tetap ada. Masalah ini bisa terjadi segera setelah aborsi atau beberapa minggu kemudian. Berikut beberapa bahaya aborsi yang disebutkan dalam berbagai sumber: 1. Pendarahan setelah aborsi.
Pendarahan, salah satu masalah paling umum setelah aborsi. Pendarahan vagina yang banyak, terutama jika terdapat sisa jaringan janin atau plasenta di dalam rahim setelah prosedur.
Risiko perdarahan lebih rendah pada kehamilan kurang dari 13 minggu dibandingkan dengan kehamilan lanjut. Jika terjadi pendarahan hebat, tindakan medis tambahan seperti transfusi darah dan terapi mungkin diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut2. Prevalensi infeksi
Infeksi, masalah umum lainnya setelah aborsi. Gejala infeksi mungkin termasuk demam, keputihan berbau busuk, dan nyeri hebat di daerah panggul. Infeksi parah dapat berkembang menjadi sepsis, suatu kondisi medis serius yang memerlukan perawatan segera.3. Kerusakan pada rahim dan wanita
Aborsi yang gagal dapat menyebabkan kerusakan pada rahim dan vagina, seperti lubang atau luka serius pada dinding rahim, leher rahim, atau vagina. Kerusakan ini dapat mempengaruhi fungsi organ reproduksi dan memerlukan penanganan medis tambahan.4. Masalah psikologi
Selain masalah fisik, aborsi juga dapat menimbulkan dampak psikologis yang signifikan. Banyak wanita mengalami rasa bersalah, malu, stres, cemas dan depresi setelah melakukan aborsi. Dukungan emosional dan konseling mungkin diperlukan untuk mengatasi pengaruh psikologis ini.
Permasalahan ini dapat bertambah jika aborsi dilakukan secara ilegal, di fasilitas kesehatan yang tidak memadai, atau menggunakan cara tradisional yang tidak terjamin keamanannya. Oleh karena itu, sangat penting bagi Anda untuk memeriksakan diri ke dokter secara menyeluruh dan berkonsultasi dengan dokter sebelum melakukan aborsi. Kemungkinan hamil kembali.
Setelah aborsi, siklus menstruasi biasanya akan kembali normal dalam waktu 4-6 minggu. Wanita dapat hamil kembali setelah melakukan aborsi, namun sebaiknya dilakukan pemeriksaan rutin minimal 2 minggu setelah aborsi untuk memastikan prosedur berhasil dan tidak menimbulkan komplikasi.
Namun aborsi dapat mempengaruhi kesuburan. Risiko kehamilan ektopik dan persalinan prematur pada kehamilan berikutnya bisa meningkat. Untuk mengantisipasi berbagai risiko tersebut, penting untuk melakukan konsultasi menyeluruh dengan dokter spesialis kandungan sebelum melakukan aborsi.
Untuk diketahui lebih lanjut, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyetujui Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 pada 26 Juli 2024. Hal ini merupakan peraturan pelaksanaan dari UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Sejumlah poin penting diatur dalam PP Kesehatan yang baru. Salinannya dapat dilihat pada Senin 29 Juli 2024 di website JDIH Mensesneg.
Pertama, pemerintah mengizinkan aborsi bersyarat. Aturan tersebut tertuang dalam pasal 120 yang menyatakan bahwa dokter mempunyai kewajiban memberikan pelayanan aborsi terhadap kehamilan yang mempunyai indikasi keadaan darurat medis dan/atau kehamilan yang disebabkan oleh tindak pidana pemerkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lainnya.
“Pelayanan aborsi hanya dapat diberikan atas persetujuan wanita hamil yang bersangkutan dan persetujuan suaminya, kecuali bagi korban tindak pidana pemerkosaan,” tulis pasal 122 ayat 1 PP Nomor 28 Tahun 2024.