Titik Kumpul – Keberagaman umat Islam di Indonesia menuntut adanya perbedaan praktik keagamaan di masyarakat. Tanpa diskriminasi dalam berdoa.
Dahulu, atau mungkin sekarang, yang masih menjadi ‘perbedaan’ antar umat Islam adalah ruku’ kunut saat salat Subuh. Penyebab perbedaan qunut yang paling mengejutkan adalah perbedaan pemahaman hadis dan metode qiyas.
Sumber: Freepik
Menurut pandangan mazhab Ahmad bin Hanbal, qunut salat subuh dipanjatkan hanya pada waktu-waktu tertentu saja, khususnya pada saat umat Islam mengalami musibah besar (qunut nazilah).
Sedangkan dalam mazhab Syafi’i yang banyak dianut di Indonesia, pembacaan doa qunut Subuh termasuk sunnah ab’adl, artinya jika dihilangkan maka dianjurkan melakukan sahvi sajdah.
Lalu apa jadinya jika imam membaca kunut dan Anda tidak membacanya saat shalat subuh?
Menanggapi hal tersebut, ustaz Adi Hidayat menegaskan, sebagai jamaah diwajibkan hukum untuk mengikuti penceramah.
Adi Hidayat menegaskan, jemaah tidak boleh melakukan sajdah sahvi hanya karena imam tidak membacakan kunut pada salat subuh.
“Imam rukuk, Mekmum rukuk. Aku berdoa, kamu berdoa. Imam tidak punya kunut, mekmum tidak memaksa kunut. “Jangan dilakukan saat Imam memberi salam, kamu sedang salat sahvi,” kata Adi Hidayat dalam YouTube pribadinya, dilihat pada Rabu, 27 Maret 2024.
Sebaliknya, jika imam membaca kunut, dan Anda adalah pengikut aliran yang tidak memakai kunut saat salat subuh, maka sebaiknya Anda mengikuti imam dalam menunaikan kunut.
Adi Hidayat menyarankan, ketika imam membacakan kunut, jamaah harus mengangkat tangan dan mengabulkan doa imam. Masalah terjadi ketika imam membacakan kunut, namun kumpulannya tidak mengikuti.
“Jahatnya kalau membaca hal lain di luar salat, berisiko batal salat,” tutupnya.