Indonesia Mendapat Serangan Paling Berbahaya

LIVE Tech – Indonesia diguncang serangan ransomware yang menyasar pusat data sementara negara atau PDNS 2 pada 20 Juni 2024.

Serangan yang menggunakan salah satu program pemerasan (malware) paling berbahaya ini menyebabkan banyak layanan publik lumpuh selama beberapa hari.

Ditambah dengan tuntutan tebusan sebesar $8 juta (R130 miliar), krisis ini telah memicu kekhawatiran luas mengenai keamanan data pribadi dan negara.

Saat ini, ransomware semakin menyasar lingkungan pemerintahan dan akademis, sehingga menjadi salah satu ancaman keamanan siber yang paling berbahaya, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia.

Pemerintah Indonesia dengan tegas menolak membayar uang tebusan yang diminta dan menjamin bahwa krisis yang terjadi akan teratasi sepenuhnya.

Apa itu ransomware? Ini adalah jenis malware berbahaya yang digunakan oleh peretas untuk memblokir akses ke data korban dan meminta uang tebusan untuk memulihkannya.

“Serangan rasomware di Indonesia tidak hanya menginfeksi komputer, tetapi juga menyasar perangkat seluler dan Internet of Things (IoT). “Ini menunjukkan bahwa seluruh ekosistem digital kita rentan terhadap serangan,” kata Erza Aminanto, asisten profesor dan koordinator Monash University Cyber ​​​​​​​​​​​​​​​MSc in Security Program, Indonesia, Minggu, 30 Juni 2024 .

Faktanya, negara-negara maju seperti Inggris dan Amerika Serikat (AS), yang memiliki institusi siber yang kuat dan staf akademis yang berpengalaman, tidak kebal terhadap serangan ransomware.

“Ibarat virus yang bermutasi, ransomware mengeksploitasi kemajuan teknologi dengan mencari kerentanan manusia dalam aktivitas siber,” jelasnya.

Oleh karena itu, Erza mengingatkan pentingnya setiap negara, termasuk Indonesia, untuk memperkuat keamanan digital dengan meningkatkan kualitas tata kelola siber para pemangku kepentingan dalam mengelola data terhadap ancaman terkait.

Contoh lain yang menunjukkan betapa berbahayanya ransomware adalah serangan serupa di Inggris pada awal Juni 2024, yang berdampak sangat buruk hingga mengancam nyawa ratusan orang.

Serangan ini melumpuhkan layanan kesehatan di beberapa rumah sakit dan pusat patologi sehingga menyebabkan layanan donor darah terhenti selama beberapa hari.

Keadaan darurat adalah taktik yang digunakan oleh peretas untuk menekan korban agar mematuhi tuntutan mereka.

Indonesia juga menghadapi ancaman serupa, meski rincian awal dan kronologi serangan masih belum jelas.

“Krisis ini menyoroti pentingnya membangun sistem keamanan siber yang kuat dan responsif untuk memerangi serangan ransomware yang semakin canggih,” kata Erza.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *