Jakarta – Sunat pada pria bukan hanya sekedar tradisi, tapi juga merupakan prosedur medis yang umum di seluruh dunia. Meskipun sunat pada laki-laki pada awalnya dianggap sebagai praktik agama dan budaya, penelitian baru menunjukkan bahwa sunat pada laki-laki tidak hanya bermanfaat dalam konteks spiritual dan tradisional, namun juga memiliki manfaat penting bagi kesehatan dan kebersihan masyarakat.
Menurut laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2007, sekitar 30 persen pria berusia 15 tahun ke atas di seluruh dunia telah disunat. Pada tahun 2011, sebuah penelitian independen menemukan bahwa prevalensi sunat pada pria di seluruh dunia mencapai 37-40 persen.
Data Population Health Metrics terbaru tahun 2016 yang disajikan oleh GoodStats memberikan gambaran detail mengenai peningkatan jumlah sunat pada pria di berbagai negara. Di Asia Tenggara, Indonesia memimpin dengan persentase tertinggi yaitu 92,5 persen. Sedangkan Filipina di peringkat kedua dengan 91,7 persen, disusul Malaysia (61,4%) dan Brunei Darussalam (51,9%).
Beberapa negara di Asia Tenggara, seperti Thailand (23,4 persen), Singapura (14,9 persen), Timor Timur (6,4 persen), Kamboja dan Myanmar (masing-masing 3,5 persen), mengalami peningkatan jumlah sunat yang lebih rendah. Vietnam dan Laos berada di peringkat terbawah dengan masing-masing 0,2 persen dan 0,1 persen.
Meski sunat sering dikaitkan dengan praktik keagamaan, WHO juga merekomendasikan sunat sebagai salah satu cara mencegah penyebaran HIV, terutama di daerah dengan prevalensi HIV tinggi. Selain itu, sunat dapat menyembuhkan phimosis, mencegah infeksi saluran kemih dan penyakit menular seksual lainnya.
Persentase laki-laki yang disunat di Asia Tenggara
Indonesia: 92,5 persen Filipina: 91,7 persen Malaysia: 61,4 persen Brunei Darussalam: 51,9 persen Thailand: 23,4 persen Singapura: 14,9 persen Timor Timur: 6,4 persen Kamboja: 3,5 persen Myanmar: 3,5 persen Vietnam: 0,2 persen Laos: 0,1 persen