Jakarta – Konflik regional di Laut Cina Selatan (LCS) atau perbatasan Laut Natuna Utara membuat TNI mengambil langkah strategis untuk memperkuat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Plt Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan RI Marsdia TNI (kanan) selaku Tiongkok menganggap wilayah perairan negaranya berada dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE) wilayah perairan Indonesia.
Ia juga menambahkan, klaim Tiongkok atas Laut Cina Selatan tidak hanya berdampak pada zona pertahanan Indonesia, namun juga negara tetangga seperti Vietnam, Malaysia, dan Filipina yang sudah lama diklaim oleh militer Tiongkok.
Pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan telah menerapkan beberapa strategi untuk mengantisipasi konflik berkepanjangan di Laut Cina Selatan (LCS). Menjalin hubungan diplomatik dengan negara tetangga, dimulai dengan upaya pembentukan kekuatan militer di sepanjang perbatasan Laut Natun Utara, dilakukan untuk mengantisipasi berbagai ancaman yang mungkin timbul dari negara asing dan untuk memperkuat kedaulatan NKRI.
“Pemerintah Indonesia secara resmi menerbitkan peta final pada 14 Juli 2017, dengan mengganti nama Laut Cina Selatan di perairan kedaulatan Indonesia menjadi Laut Natun Utara, yang dianggap sebagai salah satu ukuran kapasitas regional diplomatik Indonesia,” kata Pj Sekjen. Marsekal Udara Kementerian Pertahanan RI (Senin 8 Juli 2024
Selain itu, pemerintah Indonesia telah membentuk East Asia Summit (EAS), sebuah forum regional terbuka yang baru dibentuk di kawasan Asia Timur. 16 negara berpartisipasi, termasuk 10 negara ASEAN, termasuk Australia, Tiongkok, India, Jepang, Korea Selatan, dan Selandia Baru. East Asia Summit (EAS) merupakan forum pertemuan puncak para pemimpin di mana ASEAN menjadi motor penggerak kerja sama dengan negara-negara anggota lainnya.
“Sebagai pemimpin, Indonesia bekerja sama dengan mitra ASEAN melalui kerja sama penelitian dan teknologi kelautan, termasuk pengelolaan sumber daya kelautan. Indonesia juga mendorong forum-forum untuk menjaga keseimbangan kekuatan di kawasan,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Dhoni, pemerintah juga memiliki kebijakan dasar pertahanan yang menjadi pedoman dalam pengelolaan sistem pertahanan negara.
Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan menekankan bahwa kebijakan utama pertahanan harus dirumuskan untuk menciptakan zona pertahanan di wilayah tengah Indonesia, dengan mengutamakan pembangunan di daerah perbatasan, daerah rawan konflik dan pulau-pulau terpencil dan terluar atau perbatasan.
“Dengan demikian, cita-cita Indonesia menjadi negara kepulauan atau maritim strategis yang mandiri, maju, dan kuat dalam membela kepentingan nasional dapat tercapai,” ujarnya.
Donny juga menjelaskan, Kebijakan Pembangunan Daerah Pertahanan disinkronkan dengan kekuatan TNI yang ada di NKRI.
Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kemampuan kapal TNI AL dengan mengerahkan rudal di selat strategis berbasis ALKI, memperkuat Kogabwilhan I, II, III, Koopsus TNI dan SSAT antara lain Natuna, Saumlaki, Merauke dan Biak. Dilengkapi dengan kemampuan sensor terintegrasi ..” kata Doni.
“Pangkalan militer juga memiliki fungsi pertahanan, dimana peranannya sangat penting bagi kelangsungan hidup negara, terutama untuk melindungi dan mempertahankan negara dari segala serangan dari luar. Pembangunan pangkalan militer di Natuna adalah untuk melindungi sumber daya alam di Natuna. wilayah tersebut,” tutupnya.