Jejak Digital Ungkap Sisi Gelap Dugaan Kasus Bullying Dokter Aulia Risma di PPDS Undip

Semarang, VIVA – Isu perundungan atau pelecehan di Program Pelatihan Profesi Dokter (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip) menjadi perbincangan yang sangat aktif di kalangan pengguna media sosial.

Peristiwa itu terjadi setelah seorang dokter muda bernama Auliya Risma Lestari menjadi korban aksi pelecehan yang sangat mengenaskan. Tekanan yang dialaminya begitu besar hingga akhirnya Auliya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Aksi ini mengejutkan banyak pihak dan menggugah sentimen masyarakat.

Belum diketahui secara pasti berapa jumlah korban yang menjadi korban pelecehan di lingkungan PPDS Undip. Namun kisah tragis yang menimpa Auliya Risma Lestari hanyalah puncak gunung es yang akhirnya terungkap.

Kisah Aulia, seorang dokter muda berdedikasi yang bekerja di RS Cardin, Tegal, Jawa Tengah, menjadi viral setelah ditemukan tewas di rumah kosnya.

Berdasarkan gugatan tersebut, Auria tidak mampu menahan tekanan dan perlakuan tidak manusiawi yang dialaminya selama mengikuti pelatihan kedokteran khusus, yang akhirnya memaksanya mengambil pilihan ekstrem.

Kematian Auliya diduga disebabkan oleh dirinya yang menyuntikkan obat bius ke tubuhnya sehari sebelum jenazahnya ditemukan tewas.

Kisah memilukan ini pun langsung viral di berbagai media sosial dan menarik perhatian banyak orang, terutama netizen yang turut bersimpati dengan nasib tragis Auliya.

Mereka tidak hanya kaget, tapi juga sangat marah atas apa yang terjadi. Mengingat Auliya hanyalah seorang pelajar yang membutuhkan dukungan, bukan tekanan, sehingga membuatnya merasa tidak enak hingga putus asa.

Seiring tersebarnya kabar meninggalnya Auliya, berbagai bentuk pelecehan di PPDS Undip mulai silih berganti mengemuka dan viral di media sosial. Satu demi satu, kisah-kisah perundungan terhadap mahasiswa PPDS Undeep Community College mulai bermunculan.

Salah satu nama yang kini tengah ramai diliput warganet adalah Pratitha Amanda Aryani. Ia dituding menjadi salah satu pelaku utama serangkaian aksi penganiayaan terhadap anggota junior PPDS.

Prathita yang diduga direktur atau ketua program PPDS Undip dituding bertindak agresif dengan cara yang sangat tidak etis.

Salah satu insiden yang terungkap melibatkan junior yang dipaksa makan 5 bungkus nasi padang sekaligus dan seluruh prosesnya direkam dalam video dan dihukum. Perbuatannya yang dinilai sangat kejam itu membuat Prathitta menjadi sasaran kemarahan warganet.

Banyak dari mereka yang sangat marah dan mencari informasi pribadi Prathita, termasuk data perkuliahan, akun YouTube, bahkan alamat email. Tak hanya itu, beberapa netizen yang sangat emosional bahkan mengirimkan direct message melalui email Pratita yang kemudian viral di media sosial, khususnya di Platform X yang dulu bernama Twitter.

Peristiwa pelecehan PPDS Undip tidak hanya sebatas insiden Nasi Padang saja. Perilaku kasar Prathita juga terungkap. Dari beberapa tangkapan layar obrolan WhatsApp yang dirilis, terlihat Pratitha menggunakan bahasa yang tidak pantas dan kasar untuk memberikan tekanan kepada juniornya.

Dalam salah satu pesan yang disebarkan, dia menulis: “Kamu adalah sampah. Pekerjaanmu tidak kompeten.” Ini adalah ekspresi betapa kecilnya rasa hormatnya terhadap juniornya.

Lebih lanjut Prathita menulis, “Kemampuanmu bahkan tidak setengah dari kemampuan kami!!! Sialan kamu, Edi**”, yang diterjemahkan menjadi “Kemampuanmu bahkan tidak setengah dari kami. Terkutuklah kamu, terkutuklah tubuhmu.” Kalimat seperti itu menunjukkan betapa tegas dan tidak berperasaannya dia dalam hubungannya dengan rekan-rekannya yang lebih muda. Faktanya, Prathita menunjukkan masalah kecil seperti kesalahan ketik atau kesalahan ketik yang terlihat di postingan lain: “Hati-hati terhadap kesalahan ketik lainnya!!!”

Dengan semakin banyaknya bukti dan pengakuan yang muncul, maka kejadian intimidasi di lingkungan PPDS Undip semakin sering terjadi dan meluas. Meninggalnya tragis Auliya Risma Lestari yang dikabarkan bunuh diri akibat bullying, telah membuka mata banyak orang akan seriusnya permasalahan bullying di lembaga pendidikan, khususnya pada program-program yang seharusnya mencetak tenaga profesional tingkat tinggi. Kesopanan dan etika.

Meninggalnya Auliya bukan hanya menjadi sebuah kehilangan besar bagi keluarganya, namun juga menjadi peringatan keras bagi kita semua tentang pentingnya menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, suportif, dan bebas dari segala bentuk perundungan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *