Kasus Caleg Bagi-bagi Uang Untuk Beli Cilok di Depok Dihentikan, Apa Sebabnya?

VIVA – Kasus dugaan pembagian uang kepada calon anggota legislatif (bacaleg) Haposan Batubara dari Partai Gerindra di Depok harusnya dihentikan. Kasusnya hanya berhenti di tingkat Bawaslu Depok. Pasalnya, saat hendak melanjutkan ke TKP melalui Balai Gakkumdu, terjadi pembahasan antara Bawaslu, Kejaksaan Negeri Depok, dan penyidik ​​Polres Metro Depok.

Koordinator Bidang Kriminal dan Penerangan Bawaslu Kota Depok Sulastio mengatakan kasus tersebut tidak bisa dilanjutkan karena waktu tim sudah habis. Karena menurut aturan waktu yang diberikan hanya 2 x 7 hari kerja.

“Besok (Jumat) batas waktunya 2 x 7 hari kerja. Dan sepertinya kami maupun Tim Pusat Gakkumdu tidak punya waktu untuk menyelesaikan kasus ini. Artinya, kasus ini sangat disesalkan, katanya, Kamis, 22 Februari 2024.

Belum ada kesepakatan antara Bawaslu dengan kejaksaan dan kepolisian. Misalnya soal alat bukti dan lain-lain, jika sampai Jumat (23/2) belum ada kesepakatan, maka akan diputuskan di Bawaslu.

“Bukan dihentikan, tapi kasusnya tidak dilanjutkan karena Bawaslu tidak mampu menghentikannya. Tidak bisa dikirim ke Balai Gakkumdu karena Bawaslu memang sudah memutuskan hal itu merupakan tindak pidana pemilu. Wajib ke Gakkumdu Center jika mengikuti Perbawaslu No. 7 Tahun 2022,” ujarnya.

Maklum, belum ada kesepakatan di kalangan Partai Sentral Gakkumdu yang menyebut kasus ini sebagai uang politik. Meski menurut tindakan Bawaslu Haposan, pembagian uang tersebut merupakan politik uang, namun pihak kepolisian dan kejaksaan tidak setuju karena menilai tidak ada gunanya melakukan hal tersebut.

“Sebenarnya tidak ada perbedaan pendapat, tapi ada pembahasan yang alot, misalnya beberapa hal karena di 280 dan 523 ada sesuatu untuk peserta kampanye dan ada aspek tujuannya. Ada yang bayar Rp atau banyak yang bilang hanya beli sepatu saja,” jelasnya.

Sulastio menilai Bawaslu menilai perbuatan Haposan diduga merupakan tindak pidana pemilu. Meski demikian, pihak kejaksaan dan polisi masih menginginkan penyidikan lebih lanjut, salah satunya soal niat.

“Sekarang mereka prihatin dengan yang memberi uang, padahal jelas-jelas dia yang memberi uang itu, apa niatnya karena kalau dia punya niat mempengaruhi perolehan suara, itu penipuan pemilu total. Soalnya dari hasil penyidikan yang dibeli hanya sepatu, itu diambil dari keterangan saksi, keterangan kelompok tersebut, dan fakta-fakta yang ada,” ujarnya.

Sulastio mengatakan, dari pihak kepolisian dan kejaksaan, pemenuhan tujuan menjadi penting dalam kasus ini. Lalu soal penentuan peserta kampanye, yang terjadi sebelum kampanye.

“Kalau dihitung, karena kampanye ini dihitung dari STTP yang dimulai jam 10, maka uangnya dibagikan sebelum jam 10, menurut saya karena itu terjadi pada saat kampanye, ibu-ibu yang ada di sana. . di tempat itu saya dari distrik Beda dan saya diberitahu ketika saya melamar. “Dia cukup menjadi peserta kampanye ini, tapi tidak cukup bagi polisi dan kejaksaan,” tutupnya.

Baca artikel menarik lainnya di tautan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *