Yerusalem, Titik Kumpul – Lebih dari 50 warga Palestina yang pernah menjadi sandera tentara Israel mengungkap kekejaman yang dilakukan tentara Zionis. Lusinan kamp penyiksaan dibangun oleh anak buah Benjamin Netanyahu, untuk menampung para tahanan.
Fakta tersebut bahkan pernah diungkap oleh kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) asal Israel, B’Tselem. Organisasi tersebut mengatakan bahwa tentara Israel telah membangun kamp penyiksaan sejak serangan dilancarkan pada 7 Oktober 2023.
B’Tselem mempublikasikan hal ini setelah mendengar kesaksian dari 55 warga Palestina yang dibebaskan, termasuk 21 warga Gaza.
Dalam laporan yang dilansir Titik Kumpul Army dari Al Jazeera, B’Tselem mengungkap fakta puluhan warga Palestina menjadi korban penyiksaan brutal tentara Israel.
B’Tselem bahkan menulis laporan bertajuk “Selamat datang di neraka” yang disebarkan ke publik pada Selasa 6 Agustus 2024. Laporan tersebut merinci puluhan penjara Israel yang diubah menjadi kamp penyiksaan.
“Ruangan seperti ini, di mana setiap tahanan dengan sengaja disiksa dengan rasa sakit dan penderitaan yang luar biasa dan tak ada habisnya. Faktanya, ruangan tersebut berfungsi sebagai kamp penyiksaan,” lapor B’Tselem.
Akibatnya, banyak pula pelanggaran Hukum Humaniter Internasional yang dilakukan oleh pasukan Israel. Mulai dari tindak kekerasan serius, pemerkosaan, penghinaan, kelaparan, hingga penolakan layanan kesehatan.
“Sering terjadi tindakan kekerasan yang serius dan tidak pandang bulu; penyerangan seksual, penghinaan dan degradasi, kelaparan yang disengaja, kondisi yang tidak manusiawi,” lanjut laporan B’Tselem.
“Tawaran matahari; pelarangan, dan tindakan hukuman terhadap, ibadah keagamaan, penyitaan semua properti umum dan pribadi, dan penolakan layanan kesehatan yang memadai,” kata organisasi tersebut.
Sejak serangan militer Israel dilancarkan, setidaknya 60 warga Palestina tewas dalam tahanan Israel. Ini juga mencakup sekitar 48 orang dari Gaza.
B’Tselem dipastikan berada di bawah wewenang Menteri Keamanan Nasional, Itamar Ben-Gvir, dengan dukungan penuh dari Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.