Titik Kumpul – Fenomena pemecatan karyawan Gen Z merupakan hal yang lumrah terjadi di berbagai perusahaan baik di Indonesia maupun dunia. Menurut Forbes and Inc., hampir 60% perusahaan telah memecat karyawan Gen Z yang baru direkrut tahun ini. Meskipun generasi Z sering dianggap sebagai angkatan kerja yang kreatif, terdapat kekhawatiran yang semakin besar bahwa Generasi Z akan kesulitan mempertahankan posisinya di tempat kerja. dan paham teknologi. Situasi ini memperkuat beberapa stereotip negatif yang umum terjadi di kalangan Generasi Z. Banyak perusahaan yang menilai Generasi Z belum siap menghadapi tekanan pekerjaan. Faktanya, akar permasalahan ini jauh lebih kompleks dibandingkan perbedaan generasi. Untuk memahami akar masalah sebenarnya, penting untuk melihat tiga alasan utama mengapa Gen Z sering dipecat dan bagaimana menerapkan solusi untuk mengatasi situasi ini. Menurut Forbes.com, berikut alasan mengapa Generasi Z sering dipecat dari tempat kerja.1. Kurangnya motivasi Generasi Z kurang termotivasi untuk bekerja dibandingkan generasi sebelumnya. Perusahaan sulit memotivasi mereka agar lebih produktif dan loyal. Menurut laporan Deloitte, salah satu faktor utama penyebab rendahnya motivasi kerja Generasi Z adalah pengalaman hidup mereka yang penuh ketidakpastian. Generasi Z tumbuh pada masa krisis, termasuk krisis keuangan global pada tahun 2008 dan pandemi COVID-19, ketika banyak orang kehilangan pekerjaan atau menghadapi PHK massal dan menghadapi ketidakpastian jangka panjang. Perasaan tidak aman dan ketidakpastian ini mempengaruhi cara pandang Generasi Z terhadap dunia kerja. Mereka tidak melihat pekerjaan sebagai sumber stabilitas jangka panjang, namun memilih jalur karir yang menawarkan kebebasan dan fleksibilitas. Namun, perusahaan salah menafsirkan hubungan ini sebagai kurangnya motivasi atau komitmen, sehingga menyebabkan perselisihan dan ketidakselarasan antara karyawan dan manajemen Gen Z.2. Kesulitan berkomunikasi atau berbicara bahasa lain Keterampilan komunikasi tatap muka Gen Z, terutama pada masa pandemi di lingkungan kerja yang mengutamakan komunikasi tatap muka dan profesional, dimana komunikasi digital sudah menjadi hal yang lumrah dan pertemuan lebih sering dilakukan. pesan instan atau panggilan video. Hal ini membuat mereka kurang terbiasa dengan interaksi tatap muka dan percakapan formal di tempat kerja. Lingkungan kerja tradisional yang mengutamakan komunikasi tatap muka dan pertemuan formal seringkali menjadi permasalahan bagi Gen Z. Mereka merasa nyaman menggunakan pesan teks dan email. menyampaikan informasi yang terkadang dianggap kasar atau tidak profesional oleh generasi sebelumnya. Hal ini sering menimbulkan kesalahpahaman yang pada akhirnya mempengaruhi produktivitas kerja mereka.3. Meninggalkan Pola Pikir Pekerja Generasi Z beralih dari pola pikir pengangguran yang membutuhkan jam kerja panjang dan akses tak terbatas, sebuah budaya yang umum di banyak perusahaan tradisional. prioritas utama dalam memilih pekerjaan. Mereka memprioritaskan kesehatan mental dan kehidupan pribadi dibandingkan jam kerja yang panjang dan melelahkan. Peralihan dari budaya kerja yang menghabiskan banyak waktu dan energi tampaknya lebih berkaitan dengan keterlibatan Gen Z dengan perusahaan dan lebih berkaitan dengan kesejahteraan pribadi dan kesehatan mental mereka. Mereka percaya bahwa bekerja tanpa keseimbangan sepanjang waktu hanya akan merugikan dalam jangka panjang. Cara mengatasi masalah ini Termotivasi dari tujuan yang lebih dalam: Gen Z perlu melihat pekerjaan sebagai sesuatu yang bermakna, bukan sekadar tugas atau kewajiban. Menemukan tujuan atau dampak sosial dalam pekerjaan mereka dapat menjadi sumber motivasi yang kuat. Meningkatkan keterampilan komunikasi: Keterampilan komunikasi tatap muka penting dalam dunia kerja. Gen Z mulai mengasah keterampilan tersebut dengan berpartisipasi aktif dalam pertemuan dan memahami bahwa interaksi tatap muka memerlukan pendekatan yang berbeda dibandingkan komunikasi digital. Temukan pekerjaan yang mendukung keseimbangan: Generasi Z harus mencari perusahaan yang mendukung keseimbangan kehidupan kerja. Perusahaan yang menawarkan jam kerja fleksibel, peluang kerja jarak jauh, atau lingkungan yang mendukung kesehatan mental lebih sesuai dengan kebutuhan mereka. Tren ini sangat relevan di Indonesia, dimana banyak perusahaan masih mengharapkan jam kerja yang panjang dan ketersediaan 24/7. Perusahaan yang tidak beradaptasi terhadap perubahan ini akan menghadapi tingginya tingkat pergantian karyawan muda. Pentingnya beradaptasi dengan perkembangan zaman Baik perusahaan maupun Gen Z harus mencari jalan tengah untuk menciptakan lingkungan kerja yang harmonis. Karyawan Generasi Z harus mengembangkan keterampilan profesional yang relevan. Dengan memahami kebutuhan dan harapan Generasi Z, perusahaan akan lebih berhasil menciptakan tempat kerja yang produktif dan inovatif sekaligus mengurangi risiko PHK yang tidak perlu.
Related Posts
27 TB Ranger Siap Bekontribusi untuk Eliminasi TBC di Sulsel
- admin
- Mei 19, 2024
- 0
Makassar – 27 mahasiswa TB Rangers dari Universitas Hasanuddin, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Makassar, Universitas Atmajaya dan Universitas Pejuang Republik Indonesia (UPRI) akan magang […]
Profil JIS: Kandang Persija Jakarta yang Disebut PSSI tak Standar FIFA
- admin
- Agustus 11, 2024
- 0
Jakarta, Titik Kumpul – Persija Jakarta akan bermain di Jakarta International Stadium (JIS) pada liga musim pertama 2024/2025. Hal itu disampaikan Macan Kemayoran saat meluncurkan jersey dan […]
INFOGRAFIK: Rektor Universitas Pancasila Diduga Lakukan Pelecehan
- admin
- Juni 9, 2024
- 0
JAKARTA – Kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan Rektor Universitas Pancasila, ETH, berbuntut panjang. Akibat dugaan pelecehan seksual, ETH kini dinonaktifkan. Dugaan pelecehan tersebut terungkap […]