Kenapa Orang Indonesia Enggak Sabar Menunggu Kereta Melintas? Ini Kata Sosiolog

Jakarta, Titik Kumpul – Banyak pengendara sepeda motor yang kerap tidak sabar melintasi jalur kereta api, meski pintu perlintasan ditutup.

Bahkan, saat sirene menandakan lewatnya kereta, pengendara sepeda motor tidak melambat dan bergegas ke seberang hingga kereta tiba.

Perilaku berbahaya yang masih terus terjadi ini terlihat dalam video yang diunggah akun X (Twitter) @Pai_C1 berikut ini:

Dalam video tersebut, terlihat banyak pengendara sepeda motor yang masih menaiki rel kereta api saat jalur perlintasan ditutup.

Faktanya, mereka tidak peduli ketika VCR memperingatkan mereka bahwa ada kereta api yang terlihat di kejauhan. “Oh, apakah kamu melihat keretanya, ayo, kembali, kembali, kembali!” teriak VCR.

Dengan banyaknya pengemudi yang masih berkerumun di perlintasan, kereta tampak melambat setelah mendapat kode bendera merah yang dikibarkan oleh petugas perlintasan.

Menurut beberapa sumber, pada Jumat, 18 Agustus 2024, sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono mengatakan, perusakan perlintasan kereta api mencerminkan masyarakat kota. Para pengacau berpikir untuk sampai ke tempat tujuan secepat mungkin, tanpa memikirkan bahaya yang mungkin timbul di perjalanan.

Ia mengatakan, karena perlintasan belum ditutup sepenuhnya dan perjalanan kereta api masih dianggap aman, para penyerang tetap melihatnya sebagai peluang untuk sampai ke sana dengan cepat.

Menurut dia, secara sosiologis, perilaku seperti itu seharusnya dihindari karena ada jalur khusus di dalam kereta api yang tidak boleh mengganggu kendaraan.

Drajat menegaskan, hal tersebut tidak akan dipaksakan oleh masinis, agar kepentingan kedua belah pihak tidak saling bertentangan, misalnya dengan membuat alat yang menunjukkan jarak dan waktu perjalanan kereta. menunggu lama.

Pada saat yang sama, negara juga dapat membangun struktur jalan yang terpisah dari jalur kereta api, seperti jalan layang atau jalan layang. Ia juga berharap tiang perlintasan kereta api dibuat kuat agar tidak mudah terangkat.

Drajat mengatakan, jalur kereta api tidak banyak berubah sejak zaman dahulu dan hanya ada di tempat-tempat tertentu. Namun, hal tersebut tidak bisa menjadi alasan dan menyalahkan masyarakat atas kecerobohannya.

Sebab, kata dia, berbeda dengan saat ini, perkeretaapian dibangun sejak lama di tempat-tempat yang berpenduduk sedikit dan sibuk dengan berbagai pekerjaan umum.

Untuk membantu masyarakat, ia menyarankan pemerintah dan PT KAI mengevaluasi tata ruang kota dan beradaptasi dengan kehidupan kota yang lebih nyaman.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *