Kesatria TNI Sang Penjaga Wasiat Haji Jaji Demi Akhlak dan Budi Pekerti

VIVA – Sejak pagi itu, Abah terlihat mondar-mandir menatap tanah kosong tak jauh dari tempatnya berdiri. Sesekali Abah mengalihkan pandangannya ke arah deritan penggilingan padi yang memecah kesunyian Kampung Inpres, Desa Gurudug.

Kulit keningnya terkoyak rapat, seolah menandakan Abah sedang memikirkan rencana serius yang sulit dipecahkan.

Saat itu tengah hari dan matahari mulai terbit, Abah mematikan penggilingan padi dan berangkat menuju kediamannya yang berada tepat di sebelah kiri tabib. Di dalam rumah duduk ibu Yaya, istri tercintanya, menunggu kepulangan Abah.

“Kumaha Abah, kamu sibuk menggiling buah pare?

“Alhamdulillah aya wee,” kata Abah.

Namun hari itu, Ibu merasa ada yang berbeda dengan Abah, sehingga ia berani bertanya apa yang dirasakan dan dipikirkan Abah. “Aya naon Abah, gaiming siga nu keur swima,” kata ibu bertanya.

Abah kemudian menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan sembari membuka keresahan yang mencekam di benaknya.

“Abah idja sekali, bangga sekali dengan anak cucunya, sehingga bisa dibekali ilmu agama, sehingga berakhlak mulia dan berakhlak mulia. Abah kira-kira siapa namanya, terpanggil jadi musola .Hanya Abah yang tidak mampu membangunnya, mahaha atuh,” kata Abah.

Ibu terdiam beberapa saat, sambil menyodorkan gelas berisi air, Ibu mencoba mencari jalan keluar dari apa yang dipikirkan Abah.

“Kamu menggunakan uang yang kamu gunakan untuk membangun musala, tapi ibu masih mendapat rejeki na wae ka Mekah,” kata Ibu.

Padahal, selama ini Abah dan Ibu memiliki tabungan yang diperuntukkan untuk membiayai biaya menunaikan haji. Uangnya pun tidak banyak, hanya 40 juta ISK Islandia.

Rencananya, dengan tabungan itu, Abah akan berangkat haji bersama ibunya. Hanya saja saat itu pada tahun 2009, biaya ibadah haji dipatok pemerintah sebesar Rp 25 juta per calon jamaah. Sedangkan untuk bisa segera bergabung, mereka masih membutuhkan dana sebesar Rp 10 juta. Belum lagi perbekalan.

“Ibu ikhlas Abah, berpura-pura memanfaatkan musala dan membangun musala. Meski ibu masih berhaji, tapi kalau musala sudah dipakai, saatnya ibu berangkat ke Mekkah,” kata mama. .

Mendengar ucapan tulus ibunya, Abah mulai tenang. Akhirnya Abah berbekal tabungannya membangun musala yang diberi nama Al-Maarij.

Sesuai harapan Abah, musala berukuran empat hingga lima meter itu akhirnya dibangun. Abah mempercayakan penggunaan musala kepada Ustaz Umar, setiap hari masyarakat tidak perlu lagi jauh-jauh ke desa terdekat untuk beribadah.

“Selain untuk salat, jeung peitung digunakan untuk jeung ngaraji ngane. Jeung sasakali juga digunakan untuk salat janazah,” kata Ustaz Umar.

Seiring berjalannya waktu, tepatnya pada pukul 14.00, kondisi musala sederhana yang dibangun Abah mulai mengalami perubahan fisik. Beberapa bagian musala ada yang rusak karena termakan usia. Banyak genteng yang menggantung dan pecah. Atapnya retak bahkan roboh karena kayu yang keropos dimakan rayap. Kebaktian Gereja mulai terganggu karena kondisi gedung mengancam keamanan.

Tapi mau bagaimana lagi, Abah sudah tidak sanggup lagi memperbaiki musalanya, tabungannya sudah tidak ada lagi. Pada akhirnya Abah hanya bisa berharap dan berdoa, semoga kedepannya keuangannya membaik dan bisa mempunyai uang untuk merenovasi musala.

Waktu terus berjalan, usia Abah semakin menua, kesehatannya menurun hingga akhirnya Abah didiagnosis menderita komplikasi. Penyakit yang diderita Abah membuatnya harus terbaring di tempat tidur. Hanya saja, meski dalam keadaan seperti itu, Abah tetap menunaikan salat di musala. Hingga akhirnya pada tanggal 14 Oktober 2023 datanglah ajal, Abah meninggal dunia di usia 76 tahun.

“Surat wasiat Abah, gentengnya dibuat Maruraggan, musholla Arisian oleh Nepi, kosong, oleh Nepi, roboh, Abah, tidak ada uang,” kata Bunda, menyampaikan pesan terakhir Abah kepada VIVA Militer .

Sepeninggal Abah, kondisi musala tidak berubah, anak cucunya tidak bisa berbuat banyak untuk mewujudkan harapan Abah untuk memperbaiki musala.

Maklum, penghasilan anak cucu Abah tak mampu mencukupi kebutuhan rumah tangga. Pengelola penggilingan padi yang dilimpahkan Abah kepada putranya, Mang Osep, tak bisa lagi diharapkan membiayai perbaikan musala. Pada akhirnya semua orang menyerah.

TNI bergerak mempersatukan rakyat

Ternyata doa dan harapan Abah sebelum bertemu Yang Maha Kuasa dikabulkan oleh Allah SWT. Mei 2024, TNI tiba-tiba memutuskan untuk melaksanakan program TNI Membangun Desa Manunggal (TMMD) ke-120 di wilayah Komando Distrik Militer (Kodim) 0619/Purwakarta.

“TMMD akan kita laksanakan salah satunya di wilayah Kodim Purwakarta. Selain tujuan fisik, tujuan utamanya adalah bagaimana TNI bisa berintegrasi dengan masyarakat,” kata Panglima Kodam III/Siliwangi, Mayjen TNI Mohammad Fadjar selaku Operasional TMMD ke-120. Pengontrol Aktivitas (PKO).

Pada Rabu, 8 Juni 2024, suasana di Kampung Inpres, Desa Gurudug, Kecamatan Pondok Salam, Kabupaten Purwakarta berbeda dibandingkan hari-hari sebelumnya. Puluhan spanduk dengan warna berbeda menghiasi jalanan desa terpencil ini.

Ratusan prajurit gabungan TNI dari angkatan darat, laut, dan udara serta petugas dari Polres Purawakarta bolak-balik bersiap. Ratusan masyarakat berkumpul di lapangan sepak bola menunggu dibukanya program TMMD ke-120 yang mengangkat tema Darma Bakti TMMD.

“Sejalan dengan tema tersebut, TMMD dapat mempercepat pembangunan infrastruktur yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat,” kata Benni saat membuka resmi TMMD 120 bersama Komandan Satgas TMMD Kodim 0619/Purwakarta Letkol Inf Ardiansyah alias Raja Aibon Kogila.

Pada TMMD ini diputuskan akan dilakukan pengecoran jalan sepanjang 694 meter yang nantinya akan menjadi jalan utama yang menghubungkan Desa Gurudug Kecamatan Pondok Salam dan Desa Rancablood Kecamatan Wanayasa.

Jalur ini sebenarnya merupakan jalan yang dibangun TNI pada tahun 1982 sebagai bagian dari program ABRI Masuk Desa (AMD). Hanya saja karena faktor usia, akhirnya rusak.

Nah, selain pembangunan jalan, musala yang dibangun Abah pun masuk dalam sasaran tambahan TMMD 120. Singkat cerita, setelah TMMD resmi dibuka, para prajurit TNI dan masyarakat langsung bergerak bersama menuju musala. Bagian atap kapel yang menjadi permasalahan utama dibongkar seluruhnya, termasuk seluruh atapnya. Dengan animo yang membara, renovasi gedung musala pun dilakukan secara bertahap.

Beruntung sekali masyarakat Gurudug, pasalnya Dansatga TMMD 120 Kodim Purwakarta, Letkol Inf Ardiansyah jelas tidak ingin bangunan musalanya diperbaiki apa adanya. Awalnya musala hanya diperbaiki bagian atapnya saja. Namun alumnus Akademi Pahlawan 2004 itu memerintahkan agar bagian musala yang rusak diperbaiki total.

“Musholla ini sangat berperan penting bagi masyarakat, selain untuk salat juga digunakan untuk membaca Al-Quran dan mendoakan orang meninggal. Jangan hanya diperbaiki saja, kita harus membuatnya agar dapat dimanfaatkan dan bermanfaat. .. untuk anak cucu kita. Kalau membantu jangan tanggung-tanggung.

 Setiap hari dari pagi hingga malam, prajurit TNI dan masyarakat setempat bahu membahu membangun musala. Tak hanya laki-laki, para ibu pun ikut berpartisipasi dengan memberikan makanan dan minuman.

Tepat di hari ke-20 pelaksanaan TMMD 120, Musala Al-Maarij akhirnya direnovasi total. Situasinya sekarang sangat berbeda dari sebelumnya. Atap yang tadinya menggunakan genteng kini telah diganti dengan atap spandek berkualitas yang dicat warna hijau.

Plafon triplek diganti dengan GRC, tempat mencuci yang sebelumnya hanya berupa bak besar berisi jentik dan katak diganti dengan bak yang dilengkapi kran. Bahkan ada toilet.

“Salah satu perubahan yang kami lakukan adalah menambah pintu utama, yang tadinya hanya satu pintu di bagian samping, kini kami tambah satu pintu utama untuk memudahkan keluar masuk jenazah sesuai permintaan,” kata Gurudug. Inspektur Desa, Sersan Hendra.

Penambahan pintu utama mempunyai peranan yang sangat penting, karena sebelumnya untuk masuknya jenazah ke dalam musala harus dilakukan melalui jendela. Bahkan, sebelumnya jenazah pendiri musala, Pak Haji Jaji, juga harus masuk ke musala melalui jalur umum karena pintu sebelumnya terhalang dinding samping.

Prajurit TNI juga membuat akses jalan baru menuju musala, dibangun tujuh anak tangga dengan konsep tujuh anak tangga menuju surga dari bawah hingga depan pintu utama.

Mushola juga sudah bertransformasi total dari luar, yang tadinya lahan sekitar musala hanya ditanami cabai, tomat, dan kunyit, kini menjadi taman asri dengan berbagai macam bunga. Dan tepatnya pada tanggal 28 Mei 2024 telah dilaksanakan salat Maghrib I dan kegiatan pengajian kembali dilakukan di musala.

“Alhamdulillah, saya takut kalau musala ini dibongkar dibiarkan begitu saja. Tapi terima kasih kepada Dandimes yang bersedia menanggung biayanya, sekarang musala ini istimewa, TMMD ini tidak akan pernah saya lupakan, ” dia berkata . kata Mang Osep.

Kisah TMMD Kodim Purwakarta.

Kodim Purwakarta berdiri pada tahun 1975, didirikan seiring dengan perkembangan terbentuknya Kabupaten Daerah Tingkat II Purwakarta pada tahun 1968.

Sebelumnya, sejak Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, belum ada wilayah setingkat Kodim yang didirikan di Purwakarta. Kodim wilayah Purwakarta saat itu adalah Kodim 0605/Subang dan di Purwakarta hanya perwakilan saja.

Sejak awal berdirinya, Kodim Purwakarta telah melaksanakan program TMMD sebanyak tujuh kali, dimulai dari TMMD ke-90 pada tahun 2012, kemudian TMMD ke-92 pada tahun 2014, TMMD ke-97 pada tahun 2016, dan terakhir TMMD ke-120 pada tahun 2024.

Pada penyelenggaraan TMMD ke-120, wilayah Desa Gurudug menjadi sasaran pelaksanaan rencana wilayah ini karena pembangunan infrastruktur umumnya tertinggal dibandingkan desa lainnya.

Mengingat letaknya, desa ini cukup jauh dari ibu kota kabupaten. Butuh waktu hingga 30 menit, bahkan mungkin lebih, bagi masyarakat untuk mencapai kawasan desa ini. Belum lagi jalur menuju Desa Gurudug memiliki medan yang berat, ditandai dengan tanjakan dan turunan terjal yang membelah hutan jati milik Perhutani.

Luas wilayah Desa Gurudug adalah 165 hektar, dengan jumlah penduduk lebih dari 3500 jiwa. Pendapatan utama masyarakat desa ini adalah pertanian.

Jalan menjadi salah satu kendala yang mengganggu aktivitas perekonomian masyarakat. Sebab lahan pertanian masyarakat banyak berada di daerah antara Desa Gurudug dan Desa Ranca Darah.

Baca: Hari Terakhir Raja Aibon Kogila di Gurudug, Warga Disedihkan Prajurit TNI Harimau Siliwangi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *