Titik Kumpul – Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PP PTMSI) Komjen Paul Purn Oegroseno mengusulkan kepada pemerintahan baru agar hasil pemilihan presiden membubarkan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dan Dewan Olahraga Nasional Indonesia ( Koni) ).
Pasalnya, kedua lembaga olahraga ini seharusnya menjadi kekuatan dalam membangun prestasi olahraga nasional, namun nyatanya lebih banyak merugikan daripada menguntungkan olahraga, termasuk tenis meja.
Mantan Wakil Kapolri Ogroseno terpaksa melakukan pemungutan suara tersebut karena baik Kemenpora maupun KONI sibuk dengan kepentingan masing-masing sehingga berujung pada terpuruknya olahraga Indonesia.
“Sudah 10 tahun KONI membentuk organisasi boneka PTMSI bernama PB.PTMSI dan enam Menteri Pemuda dan Olahraga RI sejak tahun 2014 belum juga menyelesaikan permasalahan tersebut,” kata Oegroseno dalam siaran pers resmi PP.PTMSI. , di Jakarta, Kamis (18 Januari 2024) pagi.
Ogroseno kemudian melanjutkan, olahraga sebagai kebijakan struktural pemerintah bisa saja dikembalikan ke Kementerian Pendidikan Nasional, baik dalam bentuk Dirjen Olahraga seperti dulu.
Sementara peran KONI diambil alih langsung oleh Dinas Olahraga yang induk organisasi olahraganya bertanggung jawab langsung dalam penggalangan dana secara independen dari pemerintah dan swasta (dalam hal ini sponsor).
Ogroceno menilai penghapusan Kementerian Koperasi pada masa pemerintahan Presiden Gus Toure sangat tepat.
Gus Duer menilai peran dan fungsi Kemenpora hanya bersifat seremonial dan tidak menyentuh kepentingan esensial olahraga, terutama di tataran politik.
Oleh karena itu, mantan Kapolda Sumut ini menambahkan, hanya Dewan Olahraga Indonesia (KOI) yang bertanggung jawab mengatur cabang olahraga multi cabang internasional di Indonesia.
“Saya yakin cabor lain juga akan menyetujui rekomendasi ini, karena ternyata mereka lebih banyak mengalami kerugian hanya karena ketidakmampuan Kemenpora dan CONI,” jelasnya.
Lantas bagaimana nasib PON di kompetisi lintas batas?
Oegroseno menjawab, pemerintah pusat sebaiknya hanya membentuk satuan tugas (Satker) pada setiap gelaran PON dan bekerja minimal dua tahun (plus minus satu tahun) pada pesta olahraga nasional empat tahunan itu.
Selain itu, yang akan menjadi pionir dalam penyelenggaraan PON di daerah ini adalah kalangan olahragawan yang lebih menguasai aspek teknis.