Kisah 2 Tokoh Hebat Minangkabau Murtad, Ada Adik Pahlawan Nasional

Titik Kumpul – Masyarakat Minangkabau dikenal sebagai penganut agama Islam yang taat, hingga ada yang mengatakan bahwa setiap orang Minangkabau harus beragama Islam.

Meninggalkan Islam atau murtad, bagi masyarakat Minang dapat diartikan meninggalkan adat istiadat. Masyarakat Minangkabau mempunyai filosofi “Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah”.

Filsafat hidup ini menyangkut menjadikan ajaran Islam sebagai satu-satunya landasan atau pedoman pola perilaku dalam hidup.

Namun di balik itu semua, setidaknya ada dua tokoh Minangkabau yang memilih keluar dari Islam. Salah satunya adalah adik pahlawan nasional.

Lantas siapakah kedua sosok tersebut? 1.Halid Salim

Chalid Salim merupakan adik dari Pahlawan Nasional KH Agus Salim. Ia merupakan jurnalis yang kerap menyuarakan kritik terhadap pemerintah kolonial hingga diasingkan ke Digul, Papua pada tahun 1941.

Mengutip buku ‘IFM Chalid Salim, Lima Belas Tahun Digul’ pada Jumat 17 Mei 2024, saat berada di pengasingan, Chalid bertemu dengan seorang pendeta bernama Peter Meuwese yang digambarkan sebagai sosok yang bijaksana, baik hati, dan tajam.

Setelah pertemuan itu, Chalid yang sebelumnya meninggalkan Islam dan tidak percaya akan keberadaan Tuhan, perlahan mulai percaya akan keberadaan Tuhan hingga hatinya tergerak untuk memeluk agama Katolik.

Pria Minangkabau ini kemudian dibaptis pada 26 Desember 1942. Setelah memeluk agama Katolik, ia mengganti namanya menjadi Ignatius Franciscus Michael Salim.

Terkait keputusan sang adik, KH Agus Salim menjawab senang karena Chalid yang awalnya tidak percaya akan keberadaan Tuhan, kini kembali beriman kepada Tuhan. KH Agus Salim pun mengucapkan kalimat Alhamdulilah 2. Willy Amrul

Abdul Waduh atau dikenal juga dengan nama Willy Amrull merupakan saudara tiri dari Imam Besar Minangkabau Buya Hamka. Ia merupakan anak tunggal dari Abdul Karim Amrullah (ayah dari Buya Hamka) dan Siti Hindun (istri kedua Abdul Karim Amrullah).

Willy Amrul menghabiskan masa kecilnya di Maninjau, Sumatera Barat. Seperti anak-anak Minangkabau lainnya, semasa kecil ia sering bersekolah di sura dan sekolah agama Islam.

Setelah kematian ayahnya pada tahun 1945, ia pergi ke Rotterdam, Belanda. Ia kemudian melanjutkan petualangannya ke Amerika Serikat pada tahun 1950, di mana ia menetap di San Francisco, California. Selama di California, ia mendirikan Ikatan Masyarakat Indonesia (IMI) dan aktif dalam kegiatan Islamic Center Los Angeles.

Ia kemudian menikah dengan Vera Ellen George pada tahun 1970. Willy dan istrinya sempat terjun ke dunia bisnis. Namun saat perusahaan sedang bermasalah, istrinya yang sebelumnya sudah masuk Islam diajak oleh teman-temannya untuk kembali ke gereja. Wanita itu pun mengajak Willy hadir.

Setelah sekian lama diuji, Willy pun setuju mengikuti agama istrinya. Pada tahun 1983, ia dibaptis oleh Gereja Baptis Pastor Gerard Pinkston di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sekembalinya ke Amerika, Willy menjadi pendeta di Gereja Injili Indonesia (GPII, sekarang Gereja Misi Injili Indonesia/GMII) di California.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *