JAKARTA – Pahlawan Nasional dan Cendekiawan Islam Kiai Haji (KH) Agus Salim mengucapkan terima kasih saat diminta menjawab keputusan kakaknya Chalid Salim masuk Katolik.
Sebelum masuk Katolik, Chalid Salim, seperti halnya KH Agus Salim, adalah seorang Muslim. Namun, dalam perjalanannya ia menjadi penganut sosialis dan tidak percaya pada Tuhan.
Bagian dari ‘IFM Chalid Salim, Lima Belas Tahun Digul’, 20 April 2024. Bagi Chalid, pertemuan itu sangat berkesan. Ia melihat Pastor Muves sebagai orang yang bijaksana, ramah dan bijaksana.
Sekadar informasi, Chalid Salim merupakan jurnalis yang menghabiskan 15 tahun di Digulis (sebutan pengungsi di Digul, Papua), Savahlunto, Sumatera Barat, dan menulis kasar tentang perilaku polisi kolonial dalam menumpas pemberontakan Komunis. Pada tahun 1926, di beberapa kota di Pulau Jawa.
Apalagi setelah bertemu dengan Petrus, Chalid yakin bahwa dirinya tidak percaya kepada Tuhan karena banyak orang yang menderita. Hal ini diperkuat dengan ketertarikannya terhadap kajian astrologi. Perlahan-lahan, sebagai pendukung sosialisme dan komunisme, Khalid mulai percaya akan keberadaan Tuhan.
Terakhir, Chalid meminta Peter Muevska yang beragama Katolik untuk memberinya pendidikan agama.
Memang benar Chalid Salim merupakan adik dari pahlawan nasional yang juga merupakan pendeta terkemuka pada masa perjuangan kemerdekaan K.H. Agus Salim.
Chalid mengungkapkan kepada Peter bahwa keputusannya untuk masuk Katolik telah dipikirkan matang-matang hingga ia dibaptis pada 26 Desember 1942. Saat itu, ia mengganti namanya menjadi Ignatius Franciscus Michael Salim.
Dalam buku tersebut, Chalid menyebut tak ada satu pun anggota keluarganya, termasuk Agus Salim, yang kecewa dengan keputusan tersebut. Bahkan, Agus Salim disebut-sebut bersyukur atas pilihan sang kakak.
“Saya bersyukur akhirnya kamu beriman kepada Tuhan. Pilihanmu pasti takdir Tuhan,” kata Agus Salim kepada Chalid.
Dalam kejadian lain, Agus bertanya kepada Salim Mdachi tentang keputusan Chalid masuk Katolik.
“Zeeg Salim, bagaimana adikmu pindah agama dan menjadi Katolik?” kata Belanda. “Alhamdulillah dia sekarang ada di dekat saya,” jawab Agus Salim. “Kenapa kamu malah berterima kasih pada Tuhan?” – tanya Belanda, sekarang dia percaya Tuhan, kata Agus Salim.
Suradi, penulis Buku Sesepuh Republik: Haji Agus Salim dan Krisis Politik Sarekat Islam, menilai jawaban Agus Salim di atas adalah bentuk pluralisme yang ia anjurkan.
Karena berbeda keyakinan, ia tidak berpisah atau bahkan bertengkar dengan kakaknya.
“Persoalan agama kembali ke Hidayatullah. Bahkan Nabi Muhammad SAW pun tidak bisa memaksa orang-orang terdekatnya untuk masuk Islam,” kata Suradi.