Solo, Titik Kumpul – Kota Solo di Jawa Tengah menjadi saksi tumbuhnya pelaku usaha batik yang kini memanfaatkan digitalisasi untuk meningkatkan jangkauan dan efisiensi bisnis.
Para pemilik usaha batik di Kota Bengawan berlomba-lomba memanfaatkan teknologi e-commerce untuk memperluas pasar dan melestarikan budaya Indonesia melalui keunikan motif batiknya.
Albert Pratama, Direktur Hadinata Batik, merupakan salah satu pelaku usaha yang menunjukkan perubahan signifikan di industri batik.
Albert yang memulai perjalanan bisnisnya sebagai penjual produk batik dari Pasar Klewer dan Pusat Grosir Solo pada tahun 2013, mengambil langkah besar di tahun 2019 dengan menciptakan brand batik sendiri bernama “Hadinata Batik”.
Albert menekankan pentingnya menjaga kualitas dan orisinalitas produk. Batik Hadinata terkenal dengan keunikan corak, warna dan filosofi batiknya, serta penggunaan bahan baku lokal 100 persen.
“Kualitas produk sangat kami jaga, mulai dari bahan yang menggunakan 100 persen katun hingga jahitan yang indah,” kata Albert Hadinata saat ditemui di tempat produksi Batik, Kamis 8 Agustus 2024.
Target pasar Batik Hadinata adalah generasi milenial hingga generasi Z. Untuk menggaet generasi milenial dan gen Z, Hadinata Batik menawarkan warna-warna batik yang populer di kalangan anak muda.
“Memang benar kita melihat generasi milenial dan Gen Z adalah kelompok terbesar ya, dari segi pasar terbesar. Kita melihat masa depan Indonesia ada di tangan mereka. Jadi kita mengikuti desain yang menarik bagi anak muda. warnanya terang sampai gelap,” katanya.
Selain itu, Hadinata Batik berkolaborasi dengan 10 seniman dan empu batik dari daerah Laweyan. Inovasi adalah kunci untuk melawan persaingan dan serbuan pedagang baru.
“Jadi seniman lokal sangat kita berdayakan karena kita punya ilmu dan inspirasi dari mereka. Kita juga bisa membantu seniman lokal,” ujarnya.
Selain itu, Albert memperkenalkan batik eco-printed yang menggunakan daun sebagai pewarna alami dan menerapkan prinsip zero waste, mengubah kain perca menjadi kerajinan tangan seperti gelang dan dompet.
Hadinata Batik tidak hanya fokus pada inovasi produk, namun juga dampak sosial. Bisnisnya mempekerjakan sekitar 250 orang, termasuk asisten dan penjahit.
“Melalui usaha ini, kami berhasil menyerap tenaga kerja sekitar 250 orang, termasuk pegawai toko dan penjahit,” ujarnya.
Seiring dengan pertumbuhan bisnis, Hadinata Batik kini memiliki delapan toko offline yang tersebar di berbagai kota besar antara lain Solo, Yogyakarta, Semarang, Gresik, Surabaya, Bandung, dan Malang. Produk Batik Hadinata dapat ditemukan di sekitar 30 toko di Indonesia.
“Produk Batik Hadinata juga bisa didapatkan di sekitar 30 toko di Indonesia,” ujarnya
Menyadari pentingnya digitalisasi dalam dunia bisnis, Albert Pratama menyadari perlunya pemanfaatan e-commerce untuk pengembangan bisnis. Dengan memperbarui desain batik sesuai kebutuhan pelanggan, Albert Hadinata Batik memastikan tetap relevan di pasar modern. Selain itu juga mengoptimalkan platform digital seperti Tokopedia dan ShopTokopedia untuk memperluas pasar dan meningkatkan visibilitas produk secara signifikan.
“Sejak bergabung, kami telah menjangkau seluruh wilayah Indonesia sehingga terjadi peningkatan omzet lebih dari 10 kali lipat,” jelas Albert.
Selain itu, Hadinata Batik juga menggunakan media sosial seperti TikTok untuk live shopping dan pembuatan konten video.
Konten tersebut meliputi inspirasi memadupadankan batik, tips membatik sesuai pelatihan, cara mencuci batik yang benar, dan tips memilih batik berdasarkan warna kulit. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan visibilitas produk, namun juga menarik pasar yang lebih muda.
“Bisnis ini juga berhasil menarik pasar anak muda. Kami sangat mengapresiasi keberadaan platform e-commerce. Ini akan membantu mendukung bisnis batik di era digital dan meningkatkan penjualan produk,” tutupnya.