JAKARTA, WIWA – Letnan Dua (Letda) Angkatan Laut Boflen Sirat berbagi kisah penemuan kotak hitam pesawat AirAsia QZ8501 yang jatuh di perairan Selat Karimata dekat Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah pada 28 Desember 2014.
Penerbangan QZ8501 semula lepas landas dari Bandara Internasional Surabaya pada pukul 05:35 pada hari Minggu 28 Desember 2014. Namun penerbangan menuju Bandara Internasional Changi di Singapura tersebut mengalami kecelakaan akibat adanya masalah pada bagian ekor pesawat. Dua pilot, empat awak dan 156 penumpang tewas dalam kecelakaan itu.
Penerbangan QZ8501 diduga jatuh ke dalam air setelah dilaporkan kehilangan kontak, kata Lt. Bouflen.Seorang penyelam senior dari Batalyon Pengintai Amfibi Pasukan Khusus (TAIFIB) Korps Marinir diperintahkan untuk mencari lokasi jatuhnya pesawat.
Dalam waktu singkat, ia dan timnya berangkat dari Bandara Halim Perdana Kusuma, Pangkalan Bun, Jakarta Timur. Setibanya di sana, Bouflen langsung dikirim ke tengah laut, tempat pesawat diyakini jatuh.
KRI Banda Aceh saat itu sudah ada. Dilihat melalui YouTube Dispensal TNI Angkatan Laut Sabtu 7 Desember 2024 Jaraknya (dari Pangkalan Bun) ke (KRI Banda Aceh) yang sudah berada di tengah laut, sekitar delapan jam perjalanan.”
Bouglen mengungkapkan, setibanya di KRI Banda Aceh, mereka ditemui beberapa tim penyelam gabungan, mulai Basarnas, Denyaka, dan Kopaska, yang berjumlah 47 personel. Puing-puing pesawat QZ8501 awalnya terdeteksi alat pendeteksi logam.
Sesampainya di lokasi dugaan jatuhnya pesawat QZ8501, mereka menurunkan robot pengintai tersebut. Namun karena cuaca badai dan arus yang kuat, robot tidak dapat bekerja secara normal.
Kemudian Letnan Bouflen mengusulkan untuk terjun langsung ke dasar laut. Ia mengajak salah satu juniornya untuk ikut bersamanya ke permukaan laut.
“Saat itu kita turunkan dulu jangkarnya agar tidak terseret arus, sesampainya di dasar, badan kita seperti bendera yang berkibar karena terbawa arus, sehingga harus berpegangan pada tali tersebut,” ujarnya. .
Dia menambahkan: “Jika kami tidak berpegangan pada tali, kami mungkin akan tersapu sejauh dua atau tiga kilometer karena kami baru saja berenang kembali karena arusnya begitu kuat.”
Namun, penyelaman kali ini tidak berhasil. Pencarian terus dilakukan hingga Bufalen berhasil menemukan puing-puing QZ8501 pada 7 Januari 2015. Saat ditemukan, pesawat sudah dalam tiga bagian besar.
“Pertama kita temukan bagian ekor pesawat, lalu dalam jarak dua setengah kilometer kita temukan badan pesawat, lalu kokpitnya,” ujarnya.
Setelah seluruh korban dan bagian pesawat dikeluarkan, Bouflen berhasil menemukan dua kotak hitam bernama Flight Data Recorder (FDR) dan Cockpit Recorder (CVR) di kedalaman kurang lebih 30-32 meter.
Warnanya oranye, panjangnya sekitar 40 cm, lebarnya 15 cm, ujarnya. “Ada dua kotak hitam, satu berisi ketinggian dan rute pesawat, satu lagi juga. CVR yang berisi informasi dari pilot hingga bandara.
Bouflen mengaku bangga telah ditemukannya kotak hitam tersebut, karena menurutnya, berkat penemuan itulah penyebab jatuhnya pesawat QZ8501 dapat diketahui.
Akibat operasinya tenggelam ke dasar laut saat terjadi badai, Bouflen mendapat julukan Mad Diver dari para penyelam asing yang membantu proses pengangkatan puing-puing QZ8501.