Titik Kumpul Edukasi – Cita-cita masa kecil Rahmat adalah menjadi seorang dokter, dengan keinginan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di pedesaan yang masih sulit menemukan dokter. Meski menghadapi tantangan, Rahmat tetap mewujudkan cita-citanya menjadi seorang dokter.
Rahmat hampir berangkat ke Tiongkok untuk mendapatkan gelar kedokteran, namun pandemi COVID-19 menghalanginya. Meski mendapat gelar dokter di China, Rahmat cukup beruntung mendapat penghargaan MORA Overseas Student Mobility Awards (MOSMA) dari Kementerian Agama (Kemenag) dan malah belajar di Amerika Serikat.
“Tapi saya batalkan perjalanan karena Covid-19 sedang melanda China yang saat itu menjadi pusatnya. Untung ada MOSMA Kemenag.” Setelah membatalkan perjalanan ke China, saya mendapat kesempatan belajar di Amerika,” kata Rahmat sambil berlinang air mata seperti dikutip dari laman Kementerian Agama pada Jumat, 25 Agustus 2023.
MOSMA sendiri merupakan salah satu program implementasi dari Merdeka Belajar Kampus Merdeka. Beasiswa MOSMA ini berupa program mobilitas yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk belajar di universitas luar negeri.
Program ini berlangsung selama 1 semester dan durasi maksimal 6 bulan. Melalui program ini, mahasiswa mendapatkan SKS yang dapat dikonversikan menjadi SKS (Satuan Kredit Semester) di sekolah asalnya. Kisah Kasih Karunia
Tumbuh di desa terpencil di bagian selatan provinsi Sulawesi, Dusun Lomban, sebenarnya ia menghadapi masalah keuangan. Rahmat merupakan anak bungsu dari pasangan Ruhaniah dan Muh 8. Line. Ibu saya bekerja sebagai petani dan ibu rumah tangga. Sedangkan ayahnya adalah pensiunan guru agama dan nelayan.
Meski terkendala keuangan, namun hal itu tidak menyurutkan semangatnya untuk menempuh pendidikan karena Rahmat unggul di bidang akademik. Setelah Rahmat lulus SMA, ia melanjutkan pendidikannya di Al-Ikhla, sebuah sekolah Islam modern di Lampoko. Namun, saat bersekolah di salah satu pesantren, ia memutuskan untuk menjadi seorang dokter.
Setelah itu, Rahmat mendaftar Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Nasional (SNMPTN) 2018 di Universitas Hasanuddin Sulawesi Selatan. Namun, ia kurang beruntung saat itu karena tidak mendapatkan pendidikan kedokteran.
Namun setelah itu, Rahmat mencoba peruntungan dengan mendaftar pendidikan kedokteran di China dan berhasil lulus. Ia berhasil mendapatkan beasiswa belajar kedokteran di China (program MBBS). Sayangnya, hal itu akan gagal karena pandemi COVID-19.
Meski menghadapi kendala, dukungan keluarga memotivasinya untuk terus melanjutkan. Ia mendaftar di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN).
Di PTKIN, Rahmat belajar bahasa Inggris di program studi Tadri. Meski tidak berhasil menjadi seorang dokter, namun ia ingin menjadi seorang guru dan mampu mengembangkan sektor pendidikan di daerahnya. Ia fokus pada studinya, mempertahankan IPK yang tinggi, mengikuti berbagai organisasi, dan mengikuti kompetisi.
Selain itu, Rahmat juga bekerja sebagai relawan guru mengaji dan memulai usaha kerajinan tangan untuk menghidupi dirinya secara finansial dan mengurangi beban keluarga.
Setelah mengetahui beasiswa MOSMA, ia mencoba mendapatkannya. Meskipun persiapannya kurang, ia lulus TOEFL dan wawancara serta mendapatkan tempat untuk belajar di Amerika Serikat.
Keberhasilan akademisnya dirayakan oleh sekolah dan masyarakat. Namun, baru-baru ini dia sedih karena ayahnya meninggal.
Rahmat bersyukur atas pendidikan yang diterimanya di luar negeri dan berharap program MOSMA dapat memberdayakan generasi muda Indonesia di seluruh tanah air, seraya menekankan bahwa seseorang tidak boleh dibatasi oleh latar belakang, kekayaan, dan kenaikan atau penurunan di masa lalu.
“Terima kasih Gus Men Yaqut Cholil Qoumas, terima kasih kepada Kementerian Agama. Program MOSMA ini sangat unik sehingga bisa membuka kesempatan pendidikan bagi pemuda lokal seperti saya,” ujarnya.