Kolaborasi Gudskul Ekosistem-Seniman Aceh Hidupkan Seni Bela Diri Betawi di Jakarta Biennale 2024

Jakarta, Titik Kumpul – M. Nur Fauzi, seniman Aceh berkolaborasi dengan Gudskul Ekosistem dari Jagakarsa, Jakarta Selatan, menghadirkan tiga lukisan unik bernilai sejarah: Tapak Jejeg, Jurus Keset Baok, dan Jurus Siku Maen Beat.

Melalui ketiga karyanya tersebut, Fauzi mengeksplorasi memori lokal terkait seni bela diri tradisional Betawi yang dikenal dengan sebutan maen pukulan. Fauzi dan Gudskul Ecosystem berkolaborasi dalam hasil program Indonesia Lab: Baku Konek.

Karya Fauzi tidak hanya menggambarkan gerakan pencak silat saja, namun juga menjadi dokumen visual warisan budaya yang diwariskan secara turun temurun di Kampung Bengek, Jagakarsa. Mari kita lanjutkan menelusuri seluruh artikel di bawah ini.

Dengan teknik menggambar dengan pena di atas kertas yang dipadukan dengan Augmented Reality (AR), Fauzi mencoba mentransformasikan gerakan silat ini menjadi sebuah gambar modern tanpa meninggalkan akar tradisionalnya.

Melalui setiap pukulan yang ia lakukan, Fauzi ingin menyampaikan pesan penting bahwa seni bela diri tradisional seperti pukul adalah bagian dari identitas dan memori kolektif yang perlu dilestarikan.

Di desa-desa kecil Jagakarsa, gerakan-gerakan ini diturunkan kepada generasi muda oleh para ahli pencak silat. Namun sayangnya belum ada dokumen resmi atau buku teks yang merangkum gerakan ini.

Melalui karya visualnya, Fauzi berharap karyanya dapat menyampaikan informasi tersebut kepada generasi muda.

“Hal ini merupakan bentuk kontribusi saya dalam melestarikan pencak silat Betawi, agar jurus-jurus seperti Tapak Jejeg dan Tendangan Karpet Backok tidak hilang seiring berjalannya waktu. “Saya menggunakan gambar sebagai salah satu cara untuk memudahkan pemahaman, khususnya bagi generasi muda,” kata Fauzi.

Bagi Fauzi, seni bukan hanya sekedar sarana berekspresi tetapi juga alat untuk menjaga tradisi agar tidak punah. Melalui ilustrasinya, ia mengajak pecinta seni untuk kembali mengapresiasi warisan budaya yang sangat penting ini.

Menurutnya, Tapak Jegeg, Tendangan Keset Timak, Tendangan Nudge Pukulan Maen merupakan gambaran yang menunjukkan semangat melestarikan warisan budaya lokal dalam konteks modernisasi yang semakin kental.

Kolaborasi Inovatif dalam Program Residensi Baku Konek

Karya ini dipamerkan dalam rangka peringatan 50 tahun Jakarta Biennale yang berlangsung pada 1 Oktober hingga 15 November 2024 di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat.

Karya Fauzi x Gudskul Ekosistem merupakan hasil residensi di Baku Konek, program yang dipelopori Ruangrupa dan Direktorat Pengembangan Personalia dan Kebudayaan (PTLK) melalui Badan Pengelola Bakat Nasional (MTN) Bidang Seni dan Budaya.

Program ini memberikan kesempatan bagi seniman dari berbagai daerah di Indonesia untuk saling berkolaborasi, berbagi pengalaman, dan menciptakan karya baru yang berakar pada konteks lokal masing-masing.

“Saya sangat senang dan bersyukur bisa bergabung dengan Baku Konek. Ini adalah kesempatan langka untuk belajar lebih banyak tentang seni, ruang angkasa, dan masyarakat yang belum pernah saya ketahui sebelumnya. “Dapat berkolaborasi dengan Ekosistem Gudskul sangat menginspirasi,” kata Fauzi yang mengatakan program tersebut merupakan momen penting dalam perjalanan kreatifnya.

Tak hanya itu, pameran tiga karya Fauzi di Jakarta Biennale 2024 juga patut dibanggakan. Pameran besar ini tidak hanya menarik perhatian wisatawan lokal tetapi juga pengunjung internasional sehingga membuka peluang bagi Fauzi untuk memperkenalkan seni dan budaya Indonesia lebih luas.

Karya saya bisa tampil di pameran sebesar ini yang dihadiri oleh seniman dan pecinta seni dari seluruh dunia. “Semoga pesan tentang pentingnya melestarikan silat tradisional dapat tersampaikan kepada banyak orang, Fauzi menambahkan.

Refleksi dan Harapan Karya Tapak Jejeg, Tendangan Keset Timak dan Tendangan Men’s Nudge Strike tidak hanya menggambarkan gerak fisik namun juga mencerminkan pentingnya pelestarian budaya dalam konteks perkembangan dunia modern.

Melalui karya-karyanya yang penuh makna, Fauzi berhasil menghidupkan kembali gaya-gaya tradisional yang mungkin selama ini hampir terlupakan, sekaligus membuka dialog tentang peran seni dalam menjaga chemistry budaya.

Karya Fauzi di Jakarta Biennale 2024 merupakan satu dari 18 karya seniman lain yang masuk dalam program Baku Konek 2024.

Diketahui, Jakarta Biennale 2024 merupakan perhelatan ke-50 yang dimulai pada tahun 1974 oleh Dewan Kesenian Jakarta. Baku Konek merupakan salah satu kolaborator Jakarta Biennale 2024.

Terdapat beberapa karya standar sambung dari berbagai seniman yang mewakili hasil kolaborasi 23 seniman dari 10 daerah di Indonesia.

Program residensi ini diprakarsai oleh Ruangrupa dan Direktorat Pengembangan Kepegawaian dan Lembaga Kebudayaan (PTLK) melalui Badan Bakat Nasional (MTN) Bidang Seni dan Budaya, serta terkoordinasi dengan komunitas dan kolektif seni di berbagai daerah di Indonesia.

Program Baku Konek memungkinkan seniman melakukan residensi di berbagai daerah di Indonesia sehingga membuka ruang dialog antara budaya dan lingkungan.

Merayakan ulang tahun Jakarta Biennale ke-50, karya-karya ini mencerminkan kompleksitas Indonesia, rumah bagi keanekaragaman budaya yang kaya, serta tantangan ekologi yang dihadapi masyarakat di seluruh nusantara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *