Labuan BAJO – Webinar Pariwisata sebagai Ekonomi Baru yang diselenggarakan oleh Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Mendiaparahuddin Saldiaparahuddin) dengan tema “Visi Pariwisata sebagai Ekonomi Baru Labuan Bajo Flores-NTT” dalam sambutannya, salah satu orang menyatakan harapannya bahwa melalui pemahaman, sektor ini dapat menjawab tantangan dan peluang di masa depan, sehingga membawa perubahan pada lanskap bisnis Indonesia dan berdampak pada perekonomian regional.
“Sektor ekonomi baru akhir-akhir ini menjadi perbincangan hangat seiring masa transformasi dari ekonomi berbasis manufaktur menjadi ekonomi berbasis jasa seperti pariwisata dan perhotelan. Sektor ekonomi baru dan membawa perubahan pada lanskap bisnis Indonesia,” yang mana akan berdampak pada perekonomian daerah. Karena otoritas dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dapat terus menjadi mitra bersama untuk mengembangkan pariwisata di kawasan Floratama pada khususnya dan Indonesia pada umumnya,” kata Sandy.
Senada, Pj Gubernur Nusa Tenggara Timur Ayodhya Kalake mengatakan pariwisata yang merupakan salah satu sektor andalan NTT memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian daerah.
“Dengan ditetapkannya pariwisata sebagai sektor unggulan dalam pembangunan negara, pariwisata telah menjadi kontributor utama terhadap pesatnya pertumbuhan ekonomi di berbagai sektor seperti kesempatan kerja dan peningkatan taraf hidup melalui sektor ekonomi kreatif dan pariwisata, serta memberikan dampak yang besar. berdampak pada perkembangan sektor pariwisata NTT,” jelas Ayodhya.
Memperkenalkan 4 pembicara; Pemimpin Redaksi Kompas Dr. Rikard Bagun; Andreas Hugo Pareira, M.A., Anggota Komisi X DPR RI; dan Dr. Francisia Ery Seda, M.A., Ph.D., Peneliti dan Sosiolog FISIP UI; Frans Teguh, MA., Plt. Direktur BPOLBF dan staf ahli Kementerian Pariwisata dan Menteri Pembangunan Berkelanjutan dan Konservasi Ekonomi Kreatif. Webinar ini juga dimoderatori oleh Dr.Eng. Ignas Iryanto Djou, SF, M.Eng.Sc, CSRS dan diikuti 99 peserta, 50,6% dari NTT dan 49,4% dari luar NTT (Bima, Bali, Pulau Jawa, Jakarta, Kalimantan dan Papua).
Membahas perspektif tantangan global dan lokal serta tren pariwisata ke depan, Rikard Bagun mengatakan pariwisata merupakan topik yang dibicarakan semua orang di setiap negara dan sebagai Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Labuan Bajo harus melihat tantangan ini sebagai sebuah peluang. .
“Di tingkat global, semua orang dan setiap negara membicarakan pariwisata, dan pasarnya sama, termasuk Labuan Bajo, tapi target kunjungan ke Indonesia pada tahun 2030 adalah 1 miliar, menurut kami. Angka ini juga didistribusikan ke Labuan Bajo, Flores, NTT Kami harap ada. Di sisi lain, tidak hanya pemerintah, pelaku industri, tapi masyarakat juga harus siap,” kata Pemimpin Redaksi Kompas.
Untuk memanfaatkan peluang dan menghadapi tantangan tersebut, Francia Eri Seda menjelaskan pariwisata telah mengalami transformasi sosial budaya yang memberikan dua dampak simultan, yaitu negatif dan positif. Menurutnya, strategi yang dapat diterapkan adalah melalui kebijakan pemerintah yang inklusif dan transformatif untuk mendukung masyarakat lokal mengembangkan jati diri melalui paparan langsung budaya asing melalui pengembangan industri pariwisata.
“Perlu adanya strategi pengembangan pariwisata yang mengutamakan masyarakat lokal dalam arti memberikan langkah-langkah positif agar masyarakat lokal dapat bersaing secara sehat dengan pendatang dari luar Labuan Bajo,” jelas guru besar studi pembangunan Departemen Sosiologi ini. Antarmuka Pengguna FISIP.
Perkembangan DPSP Labuan Bajo yang berdampak pada Flores dan NTT secara keseluruhan memerlukan penataan ekosistem pariwisata oleh seluruh elemennya.
Frans Tegu dalam pemaparannya menjelaskan, ada 4 isu utama dalam pengembangan pariwisata di Labuan Bajo, yaitu infrastruktur berkelanjutan, integrasi sumber daya manusia dan input lokal, pasokan produk lokal untuk mendukung pariwisata dan peningkatan kapasitas destinasi, semua itu. Untuk mencapai keberhasilan pada 4 isu kritis ini diperlukan kerja sama dan kolaborasi kolaboratif antar pemangku kepentingan.
“Saat ini BPOLBF sendiri telah melakukan dan merencanakan beberapa program seperti penyelenggaraan tata kelola pariwisata di Labuan Bajo melalui forum pemangku kepentingan, forum tata kelola, penetapan sistem akses terpadu Taman Nasional Parc Komodo sebagai Situs Warisan Dunia dan Cagar Biosfer. , Pusat Informasi Pariwisata Labuan Bajo Flores, Forum dengan Lembaga Internasional/Lembaga Swadaya Masyarakat, GM Hotel Forum dan Forum dengan Asosiasi/Komunitas Melalui program ini diharapkan terjadi integrasi antar lembaga dalam menjalankan peran dan fungsinya. dampaknya terhadap perekonomian dan masyarakat kita”
Melengkapi perspektif lain, narasumber lain, Anggota Komisi X DPR RI Andreas Hugo Pareira, memberikan perspektif politik terhadap pengembangan pariwisata.
“Dari segi politik, selain menjalankan fungsi pengawasan, kami di DPR RI juga berperan sebagai mediator yang mempertemukan kepentingan pemerintah pusat dan daerah, dan proses tersebut terus berlanjut hingga saat ini, terutama semakin meningkat. ,” tegas Andre.
Terakhir, Sekretaris Jenderal Meparekraf Ni Wayan Giri Adnyani juga menjelaskan bahwa pariwisata sebagai ekonomi baru dapat dimaksimalkan jika kemaslahatan masyarakat lokal melalui komunitas juga dilibatkan secara aktif.
“Meningkatnya aktivitas pariwisata wisatawan yang mengunjungi berbagai destinasi wisata di Indonesia mendorong berkembangnya industri kreatif yang melibatkan banyak individu atau komunitas lokal, pemberdayaan masyarakat lokal melalui kebutuhan pariwisata membuka lapangan kerja yang luas bagi masyarakat. Destinasi wisata, menciptakan produk-produk kreatif dan imajinatif, budaya dan melestarikan lingkungan hidup,” tutupnya.