Laut Bukan Habitat Asli Manusia

Jakarta – Industri pelayaran dan pelayaran harus menjadi keunggulan Indonesia di masa depan karena sebagian besar wilayahnya merupakan lautan.

Melihat sejarah, banyak kerajaan dan kesultanan Indonesia yang meraih kesuksesan dengan mengutamakan sektor pelayaran. Hal tersebut diungkapkan Guru Besar Lembaga Ketahanan Nasional atau Lemhannas Didin S. Damanhuri.

“Indonesia harus mencontoh sejarah dan pendidikan kelautan mempunyai peran penting dalam menunjang sumber daya manusia (SDM),” ujarnya, Senin, 20 Mei 2024.

Menurut Profesor Mohammad Jafar Hafsah dari Universitas Negeri Makassar, pendidikan maritim telah ada sejak tahun 400 M, dimulai dari Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur dan berlanjut hingga Kerajaan Pasai di Samudra di Sumatera pada abad ke-13 Masehi. abad

“Untuk menjadi pelaut harus tangguh, berbeda dengan bekerja di darat. Menjadi pelaut harus mampu menghadapi ombak besar dan tantangan lain yang datang,” ujarnya.

Di sisi lain, Kolonel Marinir Ahmad Rivai mengamini bahwa “pelaut yang kuat tidak lahir dari laut yang tenang”. Diakuinya, tugas TNI AL tidak seperti buruh darat pada umumnya. “Ambisi adalah pekerjaan yang istimewa”, tegasnya.

Pelatihan tersebut, lanjut Rivai, harus disesuaikan dengan tantangan yang akan mereka hadapi di tengah laut. Sebab, lingkungan perairan dan lautan bukanlah habitat alami manusia.

“Jika terjadi sesuatu di tengah lautan, maka dia harus bertanggung jawab dan menjadi orang terakhir yang meninggalkan kapal. Makanya dia harus dilatih keras. Ini perlu. Keras bukan berarti buruk. Keras itu kata sifat , kalau diubah dari segi substantifnya menjadi kekerasan, maka jelas itu salah dan tidak bisa dibenarkan,” jelasnya.

Saat ini sudah banyak berdiri kursus-kursus pelatihan formal maritim, salah satunya adalah STIP yang didirikan pada tahun 1953. Jafar Hafsah mengatakan, seorang pelaut harus mempunyai pola pikir yang kuat. Namun, pelatihan mental tidak dilakukan dengan menggunakan kekerasan.

Faktanya, itu seperti melatih dengan cara yang belum dewasa untuk menjadi dewasa. Sebab, kekerasan dalam lingkungan pendidikan akan menimbulkan dampak psikologis dan mengganggu proses belajar mengajar.

“Akademi maritim kita harapkan direformasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *