VIWA – Amerika Serikat (AS) dan China terus memberikan pengaruh di kawasan Asia-Pasifik, khususnya di perairan Laut Cina Selatan. Rentetan permasalahan geopolitik membuat kedua negara raksasa ini berada di ambang peperangan.
Rezim Xi Jinping, yang ingin menguasai 3,5 juta kilometer persegi perairan, mendapat perlawanan keras dari Amerika Serikat. Meski militer China secara berkala membangun infrastruktur di beberapa titik di perairan tersebut.
Tak hanya itu, Amerika juga menggagalkan keinginan Tiongkok untuk menaklukkan Taiwan dan menerapkan doktrin “Satu Tiongkok”. Washington bahkan mengirimkan senjata dalam jumlah besar ke Taiwan, yang dianggap China sebagai tindakan provokatif.
Dalam laporan militer Titik Kumpul dari Hong Kong Free Press (HKFP), seorang pejabat senior militer AS secara langsung memperingatkan China akan aktivitas berbahaya di Laut China Selatan.
Perwira militer Amerika berpangkat tertinggi tidak lain adalah Laksamana John Paparo, Komandan Komando Indo-Pasifik (INDOPACOM).
Paparo diberitahu bahwa dia memiliki kontak langsung dengan komandan teater selatan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA), Jenderal Wu Yanyan. Mereka saling menghubungi melalui video call pada Selasa, 9 September 2024.
Meski ada peringatan bahwa aksi militer Tiongkok dianggap berbahaya, Paparo terus berusaha menyelenggarakan perundingan militer antara kedua negara. Tujuannya untuk mengurangi ketegangan dan mencegah konflik di Laut Cina Selatan.
Dalam sambutannya, Paparo menyampaikan kepada Wu pernyataan tentang hubungan positif yang harus terus dikembangkan oleh militer AS dan Tiongkok.
“(Kami) menekankan pentingnya jalur komunikasi berkelanjutan antara militer AS dan PLA,” kata Paparo, seperti dikutip Titik Kumpul Military dari South China Morning Post (SCMP).
“Diskusi semacam ini di antara para pemimpin senior berfungsi untuk memperjelas maksud dan mengurangi risiko salah persepsi atau salah perhitungan,” katanya.
Terkait hal ini, Paus meminta militer Tiongkok menghentikan segala tindakan yang dianggap berbahaya oleh Amerika. Terutama mereka yang bersifat represif dan berisiko menimbulkan skandal.
“(Dengan sekutu AS) ada kesepakatan berbahaya (yang dibuat oleh Tiongkok). (Kami) mendesak PLA untuk mempertimbangkan kembali penggunaan taktik berbahaya,” lanjut Paparo.
“(Tiongkok harus mempertimbangkan kembali taktik yang) bersifat koersif dan berpotensi meningkatkan ketegangan di Laut Cina Selatan dan sekitarnya,” katanya.
Komando Teater Selatan, di bawah kepemimpinan Wu, bertanggung jawab atas operasi militer Tiongkok di Laut Cina Selatan, tempat kapal perang besar Tiongkok berpangkalan.
Dalam beberapa bulan terakhir, armada Teater Selatan berpartisipasi dalam sejumlah pertemuan bermakna dengan kapal asing, khususnya kapal Filipina.