Titik Kumpul Tekno – Direktur Jenderal Sarana dan Prasarana Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Ismail mengatakan inovasi satelit direct-to-cell Starlink yang memungkinkan koneksi langsung dari satelit ke telepon seluler masih belum diatur. . dalam peraturan di Indonesia.
“Penggunaan frekuensi untuk satelit menggunakan model pembagian frekuensi dengan menggunakan slot orbit yang berbeda atau berbagi wilayah jangkauan sehingga tidak eksklusif pada satu pita frekuensi tertentu. Begitu pula dengan layanan Starlink,” ujarnya seperti dikutip dari situs resmi Kementerian Komunikasi dan Informatika, Senin 24 Juni 2024.
Inovasi ini jika diterapkan juga berpotensi mengganggu spektrum jaringan seluler yang hanya digunakan oleh operator telekomunikasi di Indonesia.
Ismail juga menegaskan, Biaya Hak Pakai atau BHP seluler yang melekat pada Izin Pita Frekuensi Radio (IPFR) berbeda dengan BHP satelit yang berbentuk Izin Stasiun Radio atau ISR.
Menurut dia, BHP IPFR Seluler bersifat eksklusif, artinya satu pita frekuensi, satu pemegang izin untuk satu wilayah layanan.
Pada saat yang sama, satelit BHP ISR bersifat non-eksklusif, sehingga pita frekuensi tertentu tidak digunakan hanya oleh satu pemegang lisensi, namun bersama dengan penyedia satelit lainnya.
“Jangka waktu penggunaan ISR, menurut ketentuan regulator, lebih pendek dibandingkan IPFR. Kalau IPFR bisa diberikan maksimal 10 tahun namun ISR hanya bisa diberikan maksimal 5 tahun. Khusus untuk satelit luar negeri, hal ini juga terkait dengan siklus evaluasi tahunan atas hak jangkar yang akan diberikan,” kata Ismail.
Dijelaskannya pula, berbeda dengan BHP ISR termasuk satelit yang perhitungannya menggunakan rumus sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah atau PP No. mekanisme lelang, frekuensi terjadinya persaingan harga antar pemegang izin.
Sekadar informasi, PP No. 43 Tahun 2023 mengatur tentang jenis dan tingkat PNBP yang berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Penjelasan tersebut dimaksudkan untuk memperjelas pemberitaan mengenai kemungkinan Starlink dapat memberikan layanan telepon seluler langsung kepada pelanggan di Indonesia, dimana Ismail menegaskan bahwa Starlink tidak dapat memberikan layanan telepon seluler langsung untuk saat ini.
Sebab, belum ada regulasi yang mengatur pelaksanaannya dan ada kemungkinan pembatasan frekuensi jaringan seluler yang hanya digunakan oleh operator seluler, ujarnya.
Kemudian soal pengenaan besaran BHP ISR bagi seluruh operator satelit mengacu pada aturan yang sama, yaitu PP No. 43 Tahun 2023 dan peraturan pelaksanaannya.
Oleh karena itu, BHP ISR yang dituduhkan oleh Starlink didasarkan pada dasar hukum yang sama dengan BHP ISR penyedia satelit lainnya.
Tanggung jawab Kementerian Komunikasi dan Informatika, menurutnya, adalah menghitung dan memastikan besaran ISR BHP operator satelit berdasarkan formula dan indeks yang ditentukan dalam peraturan, baik PP No. 43 Tahun 2023 dan peraturan pelaksanaannya. untuk melimpahkan tanggung jawab BHP kepada operator satelit terkait.
“Jadi benar besaran ISR BHP yang dipasang di Starlink adalah Rp 23 miliar per tahun,” kata Ismail sekaligus berhak menanggapi informasi yang diberitakan di media yang menyebutkan angka BHP sekitar Rp 2 miliar per tahun.